BAB I
PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang
Salah
satu ciri dari makhluk hidup yaitu mampu berkembang biak yang dimana bertujuan
untuk melestarikan keturunannya. Perkembangbiakan tanaman secara garis besar
dapat dibagi menjadi 2 yaitu perkembangbiakan secara alami dan juga buatan (Sumardi,
2002).
Perkembangbiakan alami adalah perkembangbiakan
tanaman oleh tanaman itu sendiri secara alami atau dibantu oleh alam yaitu
secara generatif (kawin) maupun secara vegetatif (tidak kawin). Sedangkan
perkembangbiakan secara buatan adalah perkembangbiakan tanaman yang mendapat
campur tangan manusia seperti mengcangkok (Wikipedia, 2012).
Bunga
merupakan modifikasi suatu tunas (batang dan daun) yang bentuk, warna, dan
susunannya disesuaikan dengan kepentingan tumbuhan. Oleh karena itu, bunga ini berfungsi sebagai tempat
berlangsungnya penyerbukan dan pembuahan yang akhirnya dapat dihasilkan
alat-alat perkembangbiakan. Mengingat pentingnya bunga bagi tumbuhan maka pada
bunga terdapat sifat-sifat yang merupakan penyesuaian untuk melaksanakan fungsinya sebagai penghasil alat
perkembangbiakan. Pada umumnya, bunga mempunyai sifat-sifat seperti berikut
(Alfiansyah, 2012) :
1.
Mempunyai warna menarik.
2.
Biasanya berbau harum.
3.
Bentuknya bermacam-macam.
4.
Biasanya mengandung madu.
Serbuk
sari atau pollen (bahasa
Inggris) merupakan alat penyebaran dan perbanyakan generatif dari tumbuhan
berbunga. Serbuk sari merupakan modifikasi dari sel sperma.
Secara sitologi, serbuk sari merupakan sel dengan tiga nukleus, yang
masing-masing dinamakan inti vegetatif,
inti generatif I, dan inti generatif II. Sel dalam serbuk
sari dilindungi oleh dua lapisan (disebut intine untuk yang di dalam dan exine yang di bagian luar) untuk mencegahnya mengalami dehidrasi
(Wikipedia, 2012).
Serbuk sari tidak tahan hidup lama di
alam bebas. Serbuk sari (pollen) itu masing-masing berisi butir serbuk sari
vegetatif (non-reproduktif) sel-sel (hanya satu sel di sebagian besar tumbuhan
berbunga tetapi beberapa tumbuhan lain) dan generatif (reproduktif) sel yang
mengandung dua nukleus yaitu tabung inti (yang memproduksi tabung serbuk sari)
dan inti generatif (yang membagi untuk membentuk dua sel sperma). Sekelompok
sel yang dikelilingi oleh selulosa dinding sel yang kaya disebut intine, dan
tahan dinding luar sebagian besar terdiri dari sporopollenin disebut exine (Wikipedia,
2012).
Metode asetolisis
adalah salah satu metode pembuatan preparat serbuk sari yang menggunkan prinsip
melisiskan dinding sel serbuk sari dengan asam asetat glasial serta asam sulfat
pekat sebagai bahan
tambahan. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan hasil amatan morfologidinding
serbuk sari ornamentasi dari serbuk sari tersebut (Wikipedia, 2012).
Berdasarkan
teori tersebut maka dilakukan percobaan mengenai pembuatan preparat pollen
dengan metode asetolisis.
1.2 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari
percobaan ini yaitu untuk mengetahui cara
pembuatan preparat pollen pada kembang sepatu Hibiscus rosa-sinensis dengan metode asetolisis.
1.3
Waktu dan Tempat Percobaan
Percobaan mengenai pembuatan preparat pollen dengan
metode asetolisis, dilaksanakan pada hari Selasa-Rabu, 25-26 September 2012,
pukul 11.40-15.00 WITA yang bertempat di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin,
Makassar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bunga merupakan modifikasi suatu tunas (batang dan
daun) yang bentuk, warna, dan susunannya disesuaikan dengan kepentingan
tumbuhan. Oleh karena itu, bunga
ini berfungsi sebagai tempat berlangsungnya penyerbukan dan pembuahan
yang akhirnya dapat dihasilkan alat-alat perkembangbiakan (Alfiansyah, 2012).
Pada umumnya, bunga mempunyai sifat-sifat seperti
berikut (Alfiansyah, 2012) :
1. Mempunyai warna menarik.
2. Biasanya berbau harum.
3. Bentuknya bermacam-macam.
4. Biasanya mengandung madu.
Bunga terdiri dari bagian steril dan fertil. Bagian steril terdiri dari ibu tangkai
bunga (pedunculus), tangkai bunga (pedicellus), dasar bunga (receptacle), daun
pelindung (brachtea), daun tangkai (brachteola), dan perhiasan bunga. Perhiasan
bunga terdiri dari daun kelopak (sepal) dan daun mahkota (petal). Bagian bunga fertil terdiri dari
mikrosporofil sebagai benang sari dan makrosporofil sebagai putik (pistillum)
dengan daun buah sebagai penyusunnya (Alfiansyah, 2012).
![]() |
|||
|
Butir pollen adalah mikrosporaa tumbuhan berbiji
yang mengandung mikrogametofit masak atau belum masak. Serbuk sari atau pollen
adalah alat reproduksi jantan yang terdapat pada tumbuhan dan mempunyai fungsi
yang sama dengan sperma sebagai alat reproduksi jantan pada hewan. Serbuk sari
berada dalam kepala sari (anthera) tepatnya dalam kantung yang disebut ruang
serbuk sari (theca). Setiap anthera rata-rata memiliki dua ruang serbuk sari
yang berukuran relatif besar (Septina, 2006).
Asetolisis adalah salah satu metode pembuatan
preparat serbuk sari yang menggunkan prinsip melisiskan dinding sel serbuk sari
dengan asam asetat glasial serta asam sulfat pekat sebagai bahan tambahan. Hal
ini bertujuan untuk mendapatkan hasil amatan morfologi dinding serbuk sari
ornamentasi dari serbuk sari tersebut. Serbuk sari yang digunakan dalam
pembuatan preparat ini haruslah merupakan serbuk sari yang matang. Serbuk sari
yang matang ini dapat ditandai dengan sudah tidak ada air dalam serbuk sari
tersebut, jika serbuk sari dipatahkan maka hanya akan seperti tepung saja
(Suntoro, 1983).
Langkah-langkah dari proses
asetolisis ini antara lain adalah fiksasi, pemanasan, pencucian, pewarnaan
(staining), penutupan (mounting), dan labelling. Langkah pertama yaitu fiksasi
serbuk sari. Fiksasi adalah suatu usaha untuk mempertahankan elemen-elemen sel
atau jaringan, dalam hal ini serbuk sari agar tetap pada tempatnya, dan tidak
mengalami perubahan bentuk maupun ukuran dengan media kimia sebagai fiksatif.
Fiksasi umumnya memiliki kemampuan untuk mengubah indeks bias bagian-bagian
sel, sehingga bagian-bagian dalam sel tersebut mudah terlihat di bawah
mikroskop. Tetapi tidaklah berarti banyak, karena tanpa diwarnai bagian-bagian
jaringan tidak akan dapat jelas dibedakan satu sama lain, dan untungnya fiksatif
mempunyai kemampuan untuk membuat jaringan mudah menerap zat warna. Dari proses
fiksasi ini, fiksatif diharapkan akan (Bia, 2011) :
1. Menghentikan
proses metabolisme dengan cepat
2. Mengawetkan
elemen sitologis dan histologis
3. Mengawetkan
bentuk yang sebenarnya
4. Mengeraskan
atau memberi konsistensi material yang lunak biasanya secara koagulasi, dari
protoplasma dan material-material yang dibentuk oleh protoplasma
Ada dua macam fiksatif, yaitu
fiksatif sederhana dan majemuk atau campuran. Fiksatif sederhana merupakan
larutan yang di dalamnya hanya mengandung satu macam zat saja, sedangkan
fiksatif majemuk atau campuran adalah larutan yang di dalamnya mengandung lebih
adri satu macam zat. Fiksatif yang digunakan serbuk sari dalam pembuatan
preparat ini ada satu bahan utama yaitu asam asetat glasial dan satu bahan
tambahan, yaitu H2SO4 (asam sulfat) pekat. Kedua fiksatif tersebut termasuk
dalam fiksatif sederhana. Asam asetat adalah cairan yang tidak berwarna dengan
bau yang tajam. Sedangkan asama asetat glasial adalah asam asetat yang padat
dan murni serta dapat mencair pada suhu 117°C. Asam asetat dapat bercampur
dengan alkohol dan air. Fiksatif ini dibuat dengan jalan distilasi dari kayu
dalam ruang hampa udara. Hasil distilasi ini adalah piroligneous, dimana piroligneous
ini adalah campuran yang mengandung asam asetat yang kemudian asam asetat ini
kemudian dipisahkan dari campurannya (Sumardi, 2002).
Asam asetat dapat mengendapkan
nukleoprotein, tetapi melarutkan histon dalam nukleus, tidak melarutkan lemak,
juga bukan pengawet karbohidrat. Daya penetrasinya cepat, tetapi dapat
membengkakkan jaringan, ini disebabkan
oleh bertambahnya diameter serabut-serabut dalam jaringan tersebut. Asam asetat
memiliki dua fungsi dalam sitologi, yaitu mencegah pengerasan dan mengeraskan
kromosom. Dalam konsentrasi tinggi, asam asetat dapat menghancurkan mitokondria
dan apparatus golgi (Santoso, 2002).
Setelah fiksasi minimal 24 jam,
selanjutnya yang dilakukan adalah centrifuge serbuk sari dan fiksatif dengan
kecepatan 2000 rpm selama 10 menit. Tujuan dari centrifuge ini adalah
memisahkan serbuksari dan asam asetat glacial, karena serbuk sari berukuran
kecil dan bercampur dengan asam asetat glacial sehingga serbuk sari susah untuk
diambil, maka diperlukan centrifuge. Dari hasil centrifuge ini akan terbentuk
supernatan asam asetat dan endapan serbuk sari. Asam asetat kemudian dibuang,
sehingga didapatkan serbuk sari yang mengendap di dasar tabung centrifuge saja.
Pembuangan asam asetat ini perlu kehati-hatian agar serbuk sari yang mengendap
di dasar tabung tidak menyebar kembali dalam larutan asam asetat dan akan ikut
terbuang (Bia, 2011).
Larutan campuran antara H2SO4 pekat
dan asam asetat glasial dengan perbandingan 1 : 9 pada tabung centrifuge yang
berisi endapan serbuk sari. Penambahan larutan kemudian diikuti dengan
pemanasan campuran larutan tersebut di dalam waterbath (penangas air) di atas
lampu spiritus. Pemanasan ini dilakukan hingga air dalam penangas mendidih.
Pemanasan larutan ini bertujuan untuk mempercepat terjadinya reaksi yang
terjadi pada serbuk sari. Sedangkan penambahan H2SO4 dan asam asetat glasial
dengan perbandingan 1:9 ini berfungsi untuk untuk melisiskan selulosa pada
dinding serbuk sari (asetolisis), sehingga setelah dibuat preparat, morfologi
eksin serbuk sari akan terlihat lebih jelas dibandingkan dengan sebelum
asetolisis. Selain itu, asetolisis ini juga berfungsi seperti proses fiksasi,
yaitu memelihara atau mempertahankan struktur dari serbuk sari (Khasim, 2002).
Setelah pemanasan dalam waterbath
selesai, serbuk sari dalam larutan akan berubah warna menjadi agak kecoklatan.
Serbuk sari dan larutan yang dipanaskan ini kemudian didinginkan sejenak.
Setelah dingin, langkah selanjutnya adalah melakukan centrifuge untuk
mendapatkan serbuk sari yang telah terasetolisis, memisahkannya dari larutan
asam asetat glasial dan H2SO4 pekat. Centrifuge dilakukan selama 10 menit dan
dengan kecepatan 2000 rpm. Hasil centrifuge adalah supernatan di bagian atas
tabung centrifuge, yaitu larutan asam asetat glasial dan asam sulfat pekat
serta endapan di dasar tabung, yaitu serbuk sari yang telah terasetolisis.
Supernatan kemudian dibuang secara hati-hati agar serbuk sari kyang sudah
mengendap tidak menyebar kembali kedalam larutan dan ikut terbuang (Khasim,
2002).
Pencucian serbuk sari dengan
aquadest sebanyak dua kali. Pencucian dilakukan dengan penambahan aquadesh ke
dalam tabung centrifuge yang berisi serbuk sari kemudian melakukan centrifuge
untuk mendapatkan serbuk sari yang sudah bersih. Perlakuan tersebut dilakukan
dua kali untuk mendapatkan serbuk sari yang bersih tanpa ada sisa zat kimia
seperti fiksatif dalam serbuk sari yang akan dibuat preparat (Khasim, 2002).
Pewarnaan adalah untuk meningkatkan
kontras warna serbuk sari dengan sekitarnya sehingga memudahkan dalam
pengamatan serbuk sari doi bawah mikroskop. Pewarnaan dapat memperjelas bentuk
ornamen dinding sel serbuk sati serta mempermudah mengetahui ukuran serbuk
sari. Safranin adalah suatu chlorida dan zat warna basa yang kuat. Zat warna ini tergolong dalam
zat warna golongan azine, yaitu zat warna yang mengandung cincin orthoquinonoid
yang dihubungkan dengan bentuk cincin lainnya melalui 2 atom N. Sebenarnya, zat
warna ini akan mewarnai dengan sangat baik bila jaringan difiksasi dengan
larutan fleming. Dalm pembuatan preparat serbuk sari, pewarnaan serbuk sari
menggunakan safranin hasilnyas lebih baik. Dalam proses pewarnaan, safranin
dilarutkan dalam sedikit aquades, hal ini masih dilakukan dalam tabung
centrifuge. Setelah pewarnaan serbuk sari, kemudian dilakukan centrifuge
kembali yang ditujukan untuk mendapatkan serbuk sari yang terwarnai dengan
memisahkannya dengan larutan safranin dan aquades. Centrifuge dilakukan selama
10 menit dan dengan kecepatan 2000 rpm. Hasil dari sentriufuge adalah
supernatan berupa larutan safranin dan aquadesh yang selanjutnya dibuang dan
endapan berupa serbuk sari di dasar tabung yang selanjutnya digunakan untuk
pembuatan preparat serbuk sari (Bia, 2011).
Mounting atau penutupan ini
merupakan langkah penting dalam pembuatan preparat, dimana serbuk sari diambil
dari dasar tabung centrifuge kemudian diletakkan pada salah satu sisi object
glass. Kemudian, di masing-masing sisi dari serbuk sari yang diletakkan ini
disusun empat potongan kecil parafin. Selanjutnya di atas serbuk sari
diletakkan potongan lembaran gliserin jelli. Susunan tersebut perlu
dipertimbangkan peletakannya agar dapat dihasilkan preparat yang rapi dan
proporsional. Setelah penyusunan gliserin jelli, parafin, dan serbuk sari selesai,
langkah berikutnya dalam mounting adalah penutupan susunan tersebut dengan
cover glass. Pemanasan ditujukan untuk mencairkan parafin dan gliserin jelli
agar dapat menutup serbuk sari, sehingga dihasilkanlah preparat serbuk sari
yang tahan dalam selang beberapa waktu (Khasim, 2002).
BAB III
METODE PERCOBAAN
III.1 Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan ini yaitu pipet tetes,
botol sampel, objek glass, deck glass, cuvet, sentrifuse, waterbath, pinset,
bunsen, gegep dan tabung reaksi.
III.2 Bahan
Bahan
yang digunakan dalam percobaan ini yaitu air, serbuk sari kembang sepatu Hibiscus rosa-sinensis, aquadest, H2SO4
pekat, asam asetat glasial, parafin, label dan methylen blue.
III.3 Cara Kerja
Cara kerja pada percobaan ini yaitu :
·
Melakukan
fiksasi yaitu merendam serbuk sari dengan menggunakan asam glacial sebanyak
beberapa tetes pada botol sampel selama 24 jam. Kemudian melakukan sentrifuse
selama 10 menit.
·
Melakukan
pamanasan dengan menggunakan asam sulfat (H2SO4) pekat
dengan asam glacial dengan perbandingan 1 : 9, selanjutkan disentrifuse selama
10 menit.
·
Melakukan
pencucian sebanyak 2x dengan menggunakan aquades kemudian disentrifuse selama
10 menit.
·
Melakukan
pewarnaan dengan menggunakan methylen blue 1 tetes dan aquades 2 ml, kemudian disentrifuse
selama 10 menit.
·
Melakukan
peenutupan yaitu mengambil serbuk sari dengan menggunakan piset, keemudian
meletakkan serbuk sari pada preparat. Setelah itu menaruh potongan parafin
kecil pada tiap sudut objek gelas, kemudian memanaskan diatas bunsen agar
parafin mencair.
·
Melakukan
labeling yaitu memberi label pada preparat.
·
Melakukan
pengamatan dibawah mikroskop untuk melihat bagian – bagian pollen serta
menggambar hasil pengamatannya.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1
Hasil
IV.1.1
Skema Bagan Kerja
|
||||||||||||||||
![]() |
||||||||||||||||
|
||||||||||||||||
![]() |
||||||||||||||||
|
||||||||||||||||
|
||||||||||||||||
![]() |
||||||||||||||||
|
||||||||||||||||
|
||||||||||||||||
![]() |
|
|||||||||||||||||||
|
|||||||||||||||||||
![]() |
|||||||||||||||||||
![]() |
|||||||||||||||||||
|
|||||||||||||||||||
![]() |
|||||||||||||||||||
|
|||||||||||||||||||
![]() |
|||||||||||||||||||
|
|||||||||||||||||||
![]() |
|||||||||||||||||||
|
|||||||||||||||||||
![]() |
|||||||||||||||||||
|

|
||||
|
||||

|


|
||||
![]() |

IV.2
Pembahasan
Percobaan ini dilakukan
untuk mengetahui tahapan-tahapan pembuatan preparat pollen kembang sepatu Hibiscus rosa-sinensis dengan metode
asetolisis.
Tahapan awal dari
percobaan ini yaitu dilakukan fiksasi terhadap pollen selama 24 jam menggunakan
gliserin. Fiksasi berfungsi untuk mempertahankan elemen-elemen sel atau
jaringan, dalam hal ini serbuk sari agar tetap pada posisinya dan tidak
mengalami perubahan bentuk maupun ukuran dengan media kimia sebagai fiksatif,
dalam hal ini asam asetat glacial.
Selanjutnya dilakukan sentrifuge
serbuk sari dan asam asetat glacialselama 10 menit. Dari hasil sentrifuge ini
akan terbentuk supernatan asam asetatglacial dan endapan serbuk sari. Asam
asetat kemudian dibuang, sehinggadidapatkan serbuk sari yang mengendap di dasar
tabung sentrifuge. Pembuanganasam asetat ini perlu kehati-hatian agar serbuk
sari yang mengendap di dasar tabung tidak
menyebar kembali dalam larutan asam asetat dan akan ikut terbuang.
Kemudian menambahkan larutan
campuran antara H2SO4 pekat dan asam asetat
glacial dengan perbandingan 1 : 9 pada tabung sentrifuge yang berisi endapan
serbuk sari. Setelah penambahan larutan kemudian dilakukan pemanasan campuran
larutan di atas penangas. Pemanasan larutan ini bertujuan
untuk mempercepat terjadinya reaksi yang terjadi pada serbuk sari.
Sedangkan penambahan H2SO4 dan asam
asetat glasial dengan perbandingan 1 : 9 ini berfungsi
untuk untuk melisiskan selulosa pada dinding serbuk sari, sehingga setelah
dibuat preparat, morfologi eksin serbuk sari akan terlihat lebih jelas. Larutan
kemudian didinginkan sejenak saat larutan telah berubah kecoklatan.
Selanjutnya larutan di
sentrifuge kembali untuk memisahkan serbuk sari dari larutan asam
asetat glacial dan H2SO4 pekat.
Sentrifuge dilakukan selama 10 menit. Hasil
sentrifuge adalah supernatan di bagian atas tabung sentrifuge, yaitularutan
asam asetat glasial dan asam sulfat pekat serta endapan di dasar tabung,yaitu
serbuk sari yang telah terasetolisis. Supernatan kemudian dibuang
secarahati-hati agar serbuk sari yang sudah mengendap tidak menyebar kembali
kedalam larutan dan ikut terbuang.
Berikutnya adalah pencucian serbuk
sari dengan aquadest
sebanyak dua kali. Pencucian dilakukan dengan penambahan aquadesh ke dalam tabung sentrifuge yang
berisi serbuk sari kemudian melakukan sentrifuge
untuk mendapatkan serbuk sari yang sudah bersih. Kemudian
dilakukan pewarnaan (staining) dengan
menggunakan campuran aquades dan metilen
blue. Tujuan utama dari pewarnaan adalah untuk meningkatkan
kontras warna serbuk sari dengan sekitarnya sehingga memudahkan
dalam pengamatan serbuk sari di bawah mikroskop. Dalam proses pewarnaan, metilen blue dilarutkan dalam sedikit aquades,
hal ini masih dilakukan dalam tabung
centrifuge.
Setelah pewarnaan serbuk sari,
kemudian dilakukan centrifuge
kembali yang ditujukan untuk mendapatkan serbuk sari yang terwarnai dengan
memisahkannya dengan larutan metilen blue dan aquades. Sentrifuge dilakukan
selama 10 menit dan dengan kecepatan 2000 rpm. Selanjutnya
setelah pewarnaan adalah mounting. Mounting atau penutupan ini
merupakan langkah penting dalam pembuatan preparat, dimana serbuk sari diambil dari
dasar tabung centrifuge kemudian diletakkan ditengah preparat kemudian
diamati di bawah mikroskop.
Berdasarkan pengamatan yang telah
dilakukan di bawah mikroskop didapatkan struktur dari pollen bunga kembang sepatu Hibiscus rosasinensis berbentuk bulat dan dilengkapi spina atau duri-duri
disekelilingnya. Dinding serbuk sari terdiri dari dua lapisan, yaitu Eksin
(lapisan luar) tersusun atas sporopolenin, dan In tin (lapisan dalam)
yang tersusun atas selulosa. Struktur
dinding serbuk sari, khususnya bagian eksin, merupakan salah satu karakter yang
digunakan dalam identifikasi. Struktur
halus eksin dapat dibedakan menjadi tiga tire, yaitu: tektat, semitektat, dan
intektat.
BAB
V
KESIMPULAN
DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
Setelah melakukan
percobaan mengenai pembuatan preparat pollen kembang sepatu Hibiscus
rosa-sinensis dengan metode asetolisis dapat diktahui bahwa asetolisis adalah salah satu metode pembuatan preparat serbuk sari yang
menggunkan prinsip melisiskan dinding sel serbuk sari dengan asam asetat
glasial serta asam sulfat pekat sebagai bahan tambahan, dengan langkah-langkah pembuatannya adalah fiksasi, sentrifuge, pemanasan, sentrifuge, pencucian, sentrifuge, pewarnaan, penutupan dan labeling.
V.2 Saran
Adapun saran untuk percobaan ini yaitu menggunakan
pollen tanaman lain.
DAFTAR
PUSTAKA
Alfiansyah.
2012. Bagian, Fungsi, dan Struktur Bunga.
http://www.sentra-edukasi.com, diakses pada
tanggal 26 September 2012, pukul 20.00 WITA.
Bia.
2011. Pembuatan Preparat Pollen dengan
Metode Asetolisis. http://biasaranghaebi.blogspot.com, diakses pada
tanggal 26 September 2012, pukul 20.10 WITA.
Khasim,
Muhammad. 2002. Laporan Praktikum
Mikroteknik. Fakultas Pertanian, UGM, Yogyakarta
Santoso, H. B.. 2002. Bahan Kuliah Teknik Laboratorium. Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru.
Septina,
Sendy. 2006. Hubungan Kekerabatan
Beberapa Tanaman Murbei Morus sp.
Berdasarkan Morfologi Pollen. Fakultas Pertanian, Insitus Pertanian Bogor,
Bogor.
Sumardi, I. dan Pudjoarinto, A.. 2002. Struktur Perkembangan Tumbuhan. Universitas Hasanuddin, Makassar.
Suntoro, Handari. 1983. Metode
Pewarnaan (Histologi dan Histokimia). Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta.
Wikipedia.
2012. Perkembangbiakan. http://id.wikipedia.org, diakses pada
tanggal 26 September 2012, pukul 21.0 0
WITA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar