BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mikroteknik secara umum didefinisikan sebagai ilmu yang
mempelajari metode pembuatan preparat mikroskopis, baik preparat hewan maupun
tumbuhan, menganalisis preparat mikroskopis dan melakukan mikrometri, serta
membahas manfaat preparat bagi perkembangan keilmuan dan dukungan terhadap
kehidupan manusia. Sedangkan mikroteknik
tumbuhan merupakan teknik dalam pembuatan preparat mikroskopis tumbuhan. Beberapa metode yang dikenal dalam pembuatan preparat
tumbuhan, yaitu metode parafin, metode squash, metode asetolisis, metode
maserasi dan metode whole mount. Laporan ini melaporkan beberapa hasil
pembuatan preparat dengan metode-metode tersebut, kecuali metode whole mount (Maximilian, 2011).
Tubuh
hewan secara morfologi terdiri atas unit sel, dan masing-masing sel dengan
mengadakan kesatuan dengan adanya substansi antar sel. Di dalam tubuh hewan
sel-sel ini terdapat dalam kelompok yang secara struktural dan fungsional
berbeda dengan kelompok sel yang lain. Kelompok-kelompok sel-sel tersebut
dikenal dengan jaringan (Sumardi, 2002).
Jaringan
dalam bahasa Perancis adalah "tissue" yang pertama kali digunakan
oleh Bichat seorang ahli anatomi dan fisiologi dari Perancis yang terkesan oleh
ragam anyaman yang dijumpainya sewaktu mendeteksi tubuh. Observasi mikroskop
pada jaringan yang berbeda memastikan bahwa satuan terkecil dari jaringan
dibentuk oleh sel, sel inilah merupakan struktur terkecil yang membentuk tubuh
manusia, hewan dan tumbuhan (Lianury, 2000).
Pembuatan
preparat dengan metode parafin dapat pula dilakukan pada jaringan tumbuhan. Oleh
karena itu untuk mengetahui tahapan pembuatan preparat dengan metode parafin maka dilakukan
percobaan pembuatan preparat melintang dengan metode parafin.
1.2 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari
percobaan ini yaitu untuk mengetahui cara
pembuatan preparat pada daun tanaman jagung Zea
mays dengan metode parafin.
1.3
Waktu dan Tempat Percobaan
Percobaan mengenai pembuatan preparat dengan metode
parafin, dilaksanakan pada hari Rabu, 19
September 2012, pukul 11.40-14.30 WITA yang bertempat di Laboratorium
Botani, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Hasanuddin, Makassar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Preparat berdasarkan sifat ketahanannya dapat
dibedakan menjadi preparat sementara (preparat basah), preparat semipermanen
(1/2 awetan) dan preparat permanen (awetan). Preparat sementara bersifat tidak tahan lama
dan biasanya hanya untuk sekali pengamatan. Preparat ini menggunakan medium air
atau bahan kimia yang mudah menguap. Preparat
semipermanen menggunakan media gliserin dan mampu bertahan untuk sekitar
seminggu penyimpanan. Preparat
permanen atau preparat awetan
merupakan preparat yang diawetkan menggunakan balsam, gliserin jelly,
lactophenol atau senyawa lain sebagai agen mountingnya. Sehingga preparat
permanen dapat bertahan beberapa lama (Maximilian, 2011).
Banyak
cara dalam pembuatan preparat jaringan tumbuhan, diantaranya adalah dengan
metode parafin. Metoda ini sekarang banyak digunakan, karena hampir semua macam
jaringan dapat dipotong dengan baik bila menggunakan metoda ini.
Kebaikan-kebaikan metoda ini adalah irisan yang dihasilkan jauh lebih tipis
dari pada menggunakan metoda beku atau metoda seloidin. Dengan metoda beku,
tebal irisan rata-rata diatas 10 mikron, tapi dengan metode paraffin tebal
irisan dapat mencapai rata-rata 6 mikron. Irisan-irisan yang bersifat seri
dapat dikerjakan dengan mudah bila menggunakan metode ini. Prosedurnya jauh
lebih cepat dibandingkan dengan metode seloidin. Namun metode paraffin juga
memiliki kelemahan yaitu jaringan menjadi keras, mengerut dan mudah patah.
Jaringan-jaringan yang besar tidak dapat dikerjakaan, bila menggunakan metode
ini. Sebagian besar enzim-enzim akan larut dengan medode ini (Praptomo, 2010).
Metode
parafin adalah suatu metode pembuatan preparat dengan melakukan penanaman
jaringan di dalam blok parafin untuk menghasilkan preparat jaringan hewan
ataupun tumbuhan yang tipis. Preparat parafin ini dilakukan penyelubungan
karena jaringan merupakan bahan yang lunak. Pembuatan sediaan dengan pemotongan
jaringan menggunakan parafin dan mikrotom sebagai alat pemotongnya. Dilakukan
infiltrasi agar parafin yang masuk berfungsi sebagai penyangga jaringan saat
diiris dengan mikrotom, lalu diembedding (proses penanaman) yaitu merendam
jaringan ke dalam parafin cair, dan parafin akan masuk ke seluruh bagian
jaringan, proses pemotongan dengan mikrotom, penempelan pada kaca objek,
pewarnaan dengan haematoksilin (pada umumnya bahan ini yang sering digunakan
untuk jaringan hewan) sedangkan jaringan tumbuhan seringkali menggunakan
safranin ataupun fast green. Setelah diwarnai lalu dimounting, diberi perekat
entellan, dan diberi label nama (Tjiptrosoepomo, 1993).
Irisan utuh suatu specimen sangat
bermanfaat bagi studi pembelajaran. Dengan adanya preparat utuh maka dapat
diamati bagian-bagian jaringan dan jenis sel yang ada dalam satu preparat.
Dalam pembuatan preparat utuh diupayakan permanen atau awet agar sewaktu-waktu
dapat diamati kembali. Dalam pembuatan preparat hendaknya dipahami
karakteristik tanaman yang akan diambil sebagai spesimen. Karakteristik
tersebut dapat berdasarkan atas pengelompokan jenis batang, termasuk dalam
herba atau berkayu kemudian dilanjutkan berdasarkan penentuan tumbuhan tersebut
tergolong dalam angiospermae atau gymnospermae dan selanjutnya tumbuhan itu
tergolong dalam tumbuhan dikotil atau monokotil. Perbedaan karakteristik
tumbuhan yang akan diambil sebagai spesimen menentukan larutan fiksatif dan zat
warna yang akan digunkan dalam pembuatan preparat (Setjo, 2004).
Karakteristik tumbuhan yang akan
diambil spesimennya juga menentukan waktu pada tahap-tahap pemrosesan. Misalnya
waktu yang berlebih pada suatu tahap pengecatan akan mengakibatkan suatu warna
menjadi terlalu gelap dan mungkin warna lainnya menjadi kurang atau bahkan
hilang. Keberhasilan pembuatan preparat permanen ini tergantung pada lima tahap
yang utama yaitu fiksasi, dehidrasi, penjernihan, perembesan dan pengeblokan
parafin serta pewarnaan. Larutan fiksatif yang dipilih, perembesan parafin yang
bagus dan zat warna yang akan digunakan menentukan keberhasilan preparat irisan
(Setjo, 2004).
Metode paraffin merupakan metode pembuatan preparat
awetan yang banyak digunakan karena memiliki beberapa keuntungan yaitu proses
embedding lebih cepat dan lebih simpel, material embedding dapat disimpan dalam
waktu yang lama pada kondisi kering, serta dapat membuat irisan yang tipis.
Embedding menggunakan paraffin sangat baik digunakan untuk studi embriologi,
anatomi dan sitologi (Khasim, 2002).
Parafin sebagai medium embedding merupakan media yang
memudahkan untuk merubah dari bentuk cair ke bentuk padat. Media embedding
dibedakan menjadi dua berdasarkan fungsinya, yaitu berfungsi untuk penetrasi
sel-sel dan berfungsi untuk merusak saja (Anonim, 2011).
Prosedur
pembuatan sediaan menggunakan metode parafin pada umumnya sama baik pada
jaringan hewan maupun tumbuhan. Pertama–tama organ yang akan dijadikan preparat
diisolasi terlebih dahulu, kemudian difiksasi minimal 24 jam. Fiksasi ini bertujuan
untuk mengawetkan semua struktur sel sehingga sedapat mungkin berada dalam
keadaan sama atau hampir sama dengan pada waktu masih hidup. Selanjutnya yaitu
didehidrasi dengan alkohol bertingkat selama 30 menit. Dehidrasi ini bertujuan
untuk menarik air yang masih terdapat dalam jaringan. Kemudian, diclearing
dengan xilol murni juga selama 30 menit yang berfungsi untuk membersihkan sisa
alkohol yang masih terdapat dalam jaringan untuk digantikan dengan xilol.
Selanjutnya diinfiltrasi agar parafin yang masuk berfungsi sebagai penyangga
jaringan saat diiris dengan mikrotom, lalu diembedding (proses penanaman) yaitu
merendam jaringan ke dalam parafin cair, dan parafin akan masuk ke seluruh
bagian jaringan, proses pemotongan dengan mikrotom, penempelan pada kaca objek,
pewarnaan dengan haematoksilin (pada umumnya bahan ini yang sering digunakan
untuk jaringan hewan) sedangkan jaringan tumbuhan seringkali menggunakan
safranin ataupun fast green. Setelah diwarnai lalu dimounting, diberi perekat
entellan, dan diberi label nama (Santoso, 2002).
Pada organ
hewan, Embedding merupakan proses pelilinan suatu organ dengan menggunakan
kotak kertas. Proses ini memudahkan dalam membuat irisan yang sangat tipis
dengan menggunakan mikrotom. Beberapa keuntungan menggunakan kotak kertas dalam
embedding yaitu bisa membuat arah sayatan dan menandai suatu jaringan. Jaringan
atau sampel akan ditanam di ketas kotak, dengan terlebih dahulu parafin membeku
pada bagian dasar dalam kotak dan setelah penempelan jaringan dilanjutkan dengan
penutupan dengan parafin sampai membeku (Al-farizi, 2011).
Proses
penyayatan (sectioning) diawali dengan pengirisan blok parafin dengan scalpel,
sehingga permukaan blok parafin yang akan diiris dengan mikrotom berbentuk segi
empat. Letak mata pisau pada mikrotom menentukan hasil yang diperoleh. Hasil
sayatan diambil dengan menggunakan kuas secara hati-hati. Pita hasil sayatan
ditempel pada kaca objek dengan menggunakan meyer albumin. Kaca obyek tersebut
diletakkan di atas meja penangas ( haeting plate). Meyer albumin memiliki
kandungan putih telur dan gliserin dan merupakan pelakat alami yang sangat baik
(Hugo 2008).Proses pewarnaan dilakukan setelah preparat dideparafinasi dengan
merendam preparat pada xylol. Salah satu pewarna metode parafin pada jaringan
hewan adalah hematoxylin dan Eosin. Zat warna hematoxilin ini bersifat aquaosa
(Al-farizi, 2011).
Mikrotom ada
beberapa macam yaitu (Al-farizi, 2011) :
1. Mikrotom
geser (sliding mikrotome). Pada alat ini, jaringan tetap berada pada tempatnya,
sedang pisaunya yang bergerak. Pada umumnya jaringan yang akan dipotong dengan
mikrotom geser adalah jaringan yang tanpa penanaman (embedding) terlebih dulu.
Disini tidak akan terjadi pita irisan. Jaringan yang akan diiris sebelumnya
dapat diwarnai dengan pewarnaan tunggal, ataupun tanpa pewarnaan terlebih
dahulu. Metode ini banyak dikerjakan untuk pengirisan jaringan tumbuh-tumbuhan.
2. Mikrotom
beku (freezing microtome). Alat ini dihubungkan dengan tabung berisi CO2
dingin, melalui suatu pipa karet. Mikrotom ini, keadaannya sama dengan mikrotom
geser yaitu jaringan tetap berada pada tempatnya sedang pisau mikrotomnya yang
bergerak ke muka dan ke belakang.
3. Mikrotom putar (rotary microtome).
Berbeda dengan 2 jenis mikrotom diatas, yaitu bahwa pada mikrotom ini, pisau
tetap pada tempatnya sedang jaringannya yang bergerak ke atas dan ke bawah.
Jenis mikrotom ini yang biasanya digunakan untuk pembuatan sediaan irisan
dengan metode parafin (Rina, 2010).
Kelebihan dari
metode parafin ini adalah (Maximilian, 2011) :
1. Irisan dapat
jauh lebih tipis daripada menggunakan metode beku maupun seloidin, dengan
metode parafin tebal irisan dapat mencapai rata-rata 6 mikron.
2. Irisan-irisan
yang bersifat seri dapat dikerjakan dengan mudah.
3. Prosesnya
lebih cepat dari metode lain.
Kelemahan
dari metode ini adalah (Maximilian, 2011) :
1. Jaringan
menjadi keras, mengerut dan mudah patah.
2. Jaringan-jaringan
yang besar tidak dapat dikerjakan, bila menggunakan metode ini.
3. Sebagian
besar enzim-enzim akan larut dengan metode ini.
BAB
III
METODE
PERCOBAAN
III.1 Alat
Alat-alat
yang digunakan pada percobaan ini yaitu mistar, silet, pipet tetes, botol kaca,
gelas ukur, botol sampel.
III.2
Bahan
Bahan-bahan
yang digunakan pada percobaan ini yaitu jagung Zea mays, aquades, xylol, alkohol 96%, formalin, parafin cair, asam
asetat glacial, box kecil, aluminium foil dan tissue.
III.3
Cara Kerja
Cara kerja
pada percobaan ini yaitu :
I.
Pembuatan Larutan FAA
1. Asam asetat Glacial = 5 ml
2. Formalin = 5 ml
3. Alkohol = 90 ml
II.
Pengenceran Alkohol Bertingkat
1.
Rumus
: V1.M1 = V2.M2
2.
Dilakukan
pengenceran alkohol 90% yang dimana diencerkan dari alkohol 96% dengan volume
aquades yang digunakan yaitu 6,25 dan volume alkohol yaitu 93,75
3.
Dilakukan
pengenceran alkohol 80% yang dimana diencerkan pula dari alkohol 96% dengan
volume aquades yang digunakan 16,67 dan volume alkohol yaitu 83,33
4.
Dilakukan
lagi pengencaran alkohol 70% yang dimana diencerkan pula dari alkohol 96%
dengan volume aquades yang digunakan 27,09 dan volume alkohol yaitu 72,91.
III.
Pembuatan Preparat Permanen
1. Fiksasi FAA selama 1 jam yang dimana fiksasi ini bertujuan
untuk mengawetkan semua struktur sel sehingga sedapat mungkin berada dalam
keadaan sama atau hampir sama dengan pada waktu masih hidup.
2. Dilakukan
dehidrasi dengan alkohol bertingkat 70%, 80%, 90%, dan 96% masing-masing 10
menit. Dehidrasi ini bertujuan untuk menarik air keluar dari jaringan dan akan
digantikan dengan alkohol
3. Dealkoholisasi
dengan menggunakan alkohol-xylol perbandingan 3:1, 1:1, 1:3 masing-masing 5
menit. Dealkoholisasi ini bertujuan untuk menarik alkohol keluar dari jaringan
dan digantikan dengan xylol.
4. Dilakukan
penjernihan dengan menggunakan xylol murni. Penjernihan ini dilakukan 2x yaitu
xylol murni I 5 menit dan xylol murni II 5 menit. Penjernihan ini dilakukan
untuk menarik sisa alkohol yang masih terdapat dalam jaringan.
5. Infiltrasi
terbagi atas infiltrasi I dan II. Infiltrasi I dilakukan dengan menggunakan xylol-parafin
dengan perbandingan 1:9 kemudian dilakukan infiltrasi II yaitu dengan
menggunakan parafin murni selama 30 detik. Infiltrasi ini bertujuan untuk
mengganti campuran xylol/parafin dengan parafin murni.
6. Setelah
itu dilakukan penanaman/embedding menggunakan parafin yang padat.
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
IV.1
Hasil
IV.1.1
Skema Bagan Kerja Berdasarkan Prosedur
|
||||||||||||||||||
![]() |
||||||||||||||||||
|
||||||||||||||||||
![]() |
||||||||||||||||||
|
||||||||||||||||||
|
||||||||||||||||||
![]() |
||||||||||||||||||
|
||||||||||||||||||
![]() |
||||||||||||||||||
![]() |
IV.1.2
Skema Bagan Kerja Berdasarkan Literatur
|
|||||
![]() |
|||||
|
![]() |
||||||||||||||||||||||||
|
||||||||||||||||||||||||
|
||||||||||||||||||||||||
![]() |
||||||||||||||||||||||||
|
||||||||||||||||||||||||
![]() |
||||||||||||||||||||||||
![]() |
||||||||||||||||||||||||
![]() |
||||||||||||||||||||||||
![]() |
||||||||||||||||||||||||
|
||||||||||||||||||||||||
![]() |
||||||||||||||||||||||||
![]() |
||||||||||||||||||||||||
|
|
![]() |
||||||
|
||||||
|
IV.2
Pembahasan
Percobaan
ini dilakukan untuk mengetahui tahapan-tahapan pembuatan preparat daun jagung Zea mays dengan menggunakan metode
parafin. Daun jagung Zea mays
terlebih dahulu dipotong secara melintang dengan ukuran 2 mm.
Tahapan
selanjutnya yaitu dilakukan fiksasi selama 30 menit. Sebenarnya berdasarkan
literatur fiksasi pada daun jagung Zea
mays dilakukan minimal 24 jam tetapi karena waktu yang tidak memadai dan
tujuan awal hanya ingin mengetahui tahapan dalam pembuatan preparat dengan
metode parafin ini maka waktu yang digunakan yaiutu 30 menit. Fiksasi pada
tahapan ini bertujuan untuk mengawetkan semua struktur sel sehingga sedapat
mungkin berada dalam keadaan sama atau hampir sama dengan pada waktu masih
hidup.
Setelah daun
jagung Zea mays difiksasi, tahapan
selanjutnya yaitu pencucian dan dehisdrasi. Pada tahapan dehidrasi ini
diberikan alkohol bertingkat dari 70 %, 80 %, 90 %, hingga 96 %, yang dimana
tiap tingkatan alkohol dilakukan dehidrasi selama 10 menit. Pemberian alkohol
bertingkat dari konsentrasi rendah hingga konsentrasi tinggi bertujuan agar selnya
tidak lisis atau rusak. Alkohol bertingkat didapatkan melalui pengenceran
dengan rumus V1.M1 = V2.M2. Seperti
halnya pada fiksasi tadi, berdasarkan literatur dehidrasi ini minimal dilakukan
30 menit tipa tingkatan alkohol. Tahapan dehidrasi ini bertujuan untuk menarik
air keluar yang berada dalam jaringan untuk digantikan dengan alkohol.
Tahapan
selanjutnya yaitu dealkoholisasi dengan menggunakan alkohol-xylol perbandingan 3:1,
1:1, 1:3. Tiap perbandingan alkoho-xylol dilakukan selama 5 menit tetapi
berdasarkan literatur minimal dilakukan 30 menit. Sama halnya dengan dehidrasi
pada tahapan dealkoholisasi ini dilakukan dari volume alkohol yang terbanyak.
Hal tersebut bertujuan agar sel atau jaringan tidak rusak. Dealkoholisasi ini
bertujuan untuk menarik keluar alkohol yang berada dalam jaringan untuk
digantikan oleh xylol. Hal tersebut dilakukan karena xylol yang mampu berikatan
dengan parafin sedangkan alkohol tidak.
Selanjutnya
yaitu penjernihan dengan menggunakan xylol murni. Penjernihan ini dilakukan 2x
yaitu xylol 1 dan 2 selama 5 menit. Sama halnya dengan tahapan sebelumnya, lama
penjerihan menggunakan xylol murni berdasarkan literatur yaitu 30 menit. Penjernihan
bertujuan untuk memebersihkan sisa-sisa alkohol yang masih terdapat dalam
jaringan. Selain itu penjernihan dilakukan dengan menggunakan xylol murni
karena alkohol tidak dapat berikatan atau bercampur dengan parafin maka
digantikan dengan xylol yang dapat berikatan dengan parafain melalui proses
dealkoholisasi dan penjernihan
Tahapan
selanjutnya yaitu infiltrasi. Infiltrasi ini terbagi atas 2 yaitu dengan
menggunakan xylox-parafin dengan 1:9 dan dengan menggunakan parafin murni.
Infiltrasi ini dlakukan untuk menggantikan xylol dengan parafin murni.
Infiltrasi berdasarkan literatur dilakukan selama 24 jam. Setelah infiltrasi
dilakukan penanaman atau biasa juga disebut dengan embedding. Embedding
dilakukan dengan menggunakan parafin yang padat.
Dalam
percobaan ini tahapan yang dilakukan hanya sampai embedding/penanaman karena
tidak terdapatnya mikrotom yang dapat digunakan pada tahap pengirisan. Tetapi,
berdasarkan literatur tahapan pembuatan preparat dengan metode parafin ini
setelah embedding yaitu pengirisan dengan mikrotom dilanjutkan dengan perekatan
menggunakan campuran gliseri/albumin ayng ditambahkan dengan air kemudian
setelah itu dilakukan pewarnaan menggunakan safranin 1% dalam aquades.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1
Kesimpulan
Setelah
melakukan percobaan mengenai pembuatan preparat melintang dengan menggunakan
metode parafin dapat diketahui cara pembuatan preparat yaitu dimulai dengan
pemotongan daun jagung Zea mays,
fiksasi, pencucian dan dehidrasi, dealkoholisasi, penjernihan, infiltrasi, dan
penanaman/embedding.
V.2
Saran
Adapun
saran untuk percobaan ini yaitu penyediaan mikrotom agar semua tahapan dalam
pembuatan preparat dengan metode parafin dapat dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar