Jumat, 10 Mei 2013

Pembuatan Preparat Pollen Dengan Metode Asetolisis

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
Salah satu ciri dari makhluk hidup yaitu mampu berkembang biak yang dimana bertujuan untuk melestarikan keturunannya. Perkembangbiakan tanaman secara garis besar dapat dibagi menjadi 2 yaitu perkembangbiakan secara alami dan juga buatan (Sumardi, 2002).
Perkembangbiakan alami adalah perkembangbiakan tanaman oleh tanaman itu sendiri secara alami atau dibantu oleh alam yaitu secara generatif (kawin) maupun secara vegetatif (tidak kawin). Sedangkan perkembangbiakan secara buatan adalah perkembangbiakan tanaman yang mendapat campur tangan manusia seperti mengcangkok (Wikipedia, 2012).
Bunga merupakan modifikasi suatu tunas (batang dan daun) yang bentuk, warna, dan susunannya disesuaikan dengan kepentingan tumbuhan. Oleh karena itu,  bunga ini berfungsi sebagai tempat berlangsungnya penyerbukan dan pembuahan yang akhirnya dapat dihasilkan alat-alat perkembangbiakan. Mengingat pentingnya bunga bagi tumbuhan maka pada bunga terdapat sifat-sifat yang merupakan penyesuaian untuk melaksanakan fungsinya sebagai penghasil alat perkembangbiakan. Pada umumnya, bunga mempunyai sifat-sifat seperti berikut (Alfiansyah, 2012) :
1.    Mempunyai warna menarik.
2.    Biasanya berbau harum.
3.    Bentuknya bermacam-macam.
4.    Biasanya mengandung madu.
Serbuk sari atau pollen (bahasa Inggris) merupakan alat penyebaran dan perbanyakan generatif dari tumbuhan berbunga. Serbuk sari merupakan modifikasi dari sel sperma. Secara sitologi, serbuk sari merupakan sel dengan tiga nukleus, yang masing-masing dinamakan inti vegetatif, inti generatif I, dan inti generatif II. Sel dalam serbuk sari dilindungi oleh dua lapisan (disebut intine untuk yang di dalam dan exine yang di bagian luar) untuk mencegahnya mengalami dehidrasi (Wikipedia, 2012).
Serbuk sari tidak tahan hidup lama di alam bebas. Serbuk sari (pollen) itu masing-masing berisi butir serbuk sari vegetatif (non-reproduktif) sel-sel (hanya satu sel di sebagian besar tumbuhan berbunga tetapi beberapa tumbuhan lain) dan generatif (reproduktif) sel yang mengandung dua nukleus yaitu tabung inti (yang memproduksi tabung serbuk sari) dan inti generatif (yang membagi untuk membentuk dua sel sperma). Sekelompok sel yang dikelilingi oleh selulosa dinding sel yang kaya disebut intine, dan tahan dinding luar sebagian besar terdiri dari sporopollenin disebut exine (Wikipedia, 2012).
Metode asetolisis adalah salah satu metode pembuatan preparat serbuk sari yang menggunkan prinsip melisiskan dinding sel serbuk sari dengan asam asetat glasial serta asam sulfat pekat sebagai bahan tambahan. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan hasil amatan morfologidinding serbuk sari ornamentasi dari serbuk sari tersebut (Wikipedia, 2012).
Berdasarkan teori tersebut maka dilakukan percobaan mengenai pembuatan preparat pollen dengan metode asetolisis.

1.2 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini yaitu untuk mengetahui cara pembuatan preparat pollen pada kembang sepatu Hibiscus rosa-sinensis dengan metode asetolisis.

1.3 Waktu dan Tempat Percobaan
Percobaan mengenai pembuatan preparat pollen dengan metode asetolisis, dilaksanakan pada hari Selasa-Rabu, 25-26 September 2012, pukul 11.40-15.00 WITA yang bertempat di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar.
  
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Bunga merupakan modifikasi suatu tunas (batang dan daun) yang bentuk, warna, dan susunannya disesuaikan dengan kepentingan tumbuhan. Oleh karena itu,  bunga ini berfungsi sebagai tempat berlangsungnya penyerbukan dan pembuahan yang akhirnya dapat dihasilkan alat-alat perkembangbiakan (Alfiansyah, 2012).
Pada umumnya, bunga mempunyai sifat-sifat seperti berikut (Alfiansyah, 2012) :
1.    Mempunyai warna menarik.
2.    Biasanya berbau harum.
3.    Bentuknya bermacam-macam.
4.    Biasanya mengandung madu.
Bunga terdiri dari bagian steril dan fertil. Bagian steril terdiri dari ibu tangkai bunga (pedunculus), tangkai bunga (pedicellus), dasar bunga (receptacle), daun pelindung (brachtea), daun tangkai (brachteola), dan perhiasan bunga. Perhiasan bunga terdiri dari daun kelopak (sepal) dan daun mahkota (petal). Bagian bunga fertil terdiri dari mikrosporofil sebagai benang sari dan makrosporofil sebagai putik (pistillum) dengan daun buah sebagai penyusunnya (Alfiansyah, 2012).











Gambar 1. Bagian-bagian bunga
Sumber: www.sentra-edukasi.com
 
 












Butir pollen adalah mikrosporaa tumbuhan berbiji yang mengandung mikrogametofit masak atau belum masak. Serbuk sari atau pollen adalah alat reproduksi jantan yang terdapat pada tumbuhan dan mempunyai fungsi yang sama dengan sperma sebagai alat reproduksi jantan pada hewan. Serbuk sari berada dalam kepala sari (anthera) tepatnya dalam kantung yang disebut ruang serbuk sari (theca). Setiap anthera rata-rata memiliki dua ruang serbuk sari yang berukuran relatif besar (Septina, 2006).
Asetolisis adalah salah satu metode pembuatan preparat serbuk sari yang menggunkan prinsip melisiskan dinding sel serbuk sari dengan asam asetat glasial serta asam sulfat pekat sebagai bahan tambahan. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan hasil amatan morfologi dinding serbuk sari ornamentasi dari serbuk sari tersebut. Serbuk sari yang digunakan dalam pembuatan preparat ini haruslah merupakan serbuk sari yang matang. Serbuk sari yang matang ini dapat ditandai dengan sudah tidak ada air dalam serbuk sari tersebut, jika serbuk sari dipatahkan maka hanya akan seperti tepung saja (Suntoro, 1983).
Langkah-langkah dari proses asetolisis ini antara lain adalah fiksasi, pemanasan, pencucian, pewarnaan (staining), penutupan (mounting), dan labelling. Langkah pertama yaitu fiksasi serbuk sari. Fiksasi adalah suatu usaha untuk mempertahankan elemen-elemen sel atau jaringan, dalam hal ini serbuk sari agar tetap pada tempatnya, dan tidak mengalami perubahan bentuk maupun ukuran dengan media kimia sebagai fiksatif. Fiksasi umumnya memiliki kemampuan untuk mengubah indeks bias bagian-bagian sel, sehingga bagian-bagian dalam sel tersebut mudah terlihat di bawah mikroskop. Tetapi tidaklah berarti banyak, karena tanpa diwarnai bagian-bagian jaringan tidak akan dapat jelas dibedakan satu sama lain, dan untungnya fiksatif mempunyai kemampuan untuk membuat jaringan mudah menerap zat warna. Dari proses fiksasi ini, fiksatif diharapkan akan (Bia, 2011) :
1.    Menghentikan proses metabolisme dengan cepat
2.    Mengawetkan elemen sitologis dan histologis
3.    Mengawetkan bentuk yang sebenarnya
4.    Mengeraskan atau memberi konsistensi material yang lunak biasanya secara koagulasi, dari protoplasma dan material-material yang dibentuk oleh protoplasma
Ada dua macam fiksatif, yaitu fiksatif sederhana dan majemuk atau campuran. Fiksatif sederhana merupakan larutan yang di dalamnya hanya mengandung satu macam zat saja, sedangkan fiksatif majemuk atau campuran adalah larutan yang di dalamnya mengandung lebih adri satu macam zat. Fiksatif yang digunakan serbuk sari dalam pembuatan preparat ini ada satu bahan utama yaitu asam asetat glasial dan satu bahan tambahan, yaitu H2SO4 (asam sulfat) pekat. Kedua fiksatif tersebut termasuk dalam fiksatif sederhana. Asam asetat adalah cairan yang tidak berwarna dengan bau yang tajam. Sedangkan asama asetat glasial adalah asam asetat yang padat dan murni serta dapat mencair pada suhu 117°C. Asam asetat dapat bercampur dengan alkohol dan air. Fiksatif ini dibuat dengan jalan distilasi dari kayu dalam ruang hampa udara. Hasil distilasi ini adalah piroligneous, dimana piroligneous ini adalah campuran yang mengandung asam asetat yang kemudian asam asetat ini kemudian dipisahkan dari campurannya (Sumardi, 2002).
Asam asetat dapat mengendapkan nukleoprotein, tetapi melarutkan histon dalam nukleus, tidak melarutkan lemak, juga bukan pengawet karbohidrat. Daya penetrasinya cepat, tetapi dapat membengkakkan jaringan,  ini disebabkan oleh bertambahnya diameter serabut-serabut dalam jaringan tersebut. Asam asetat memiliki dua fungsi dalam sitologi, yaitu mencegah pengerasan dan mengeraskan kromosom. Dalam konsentrasi tinggi, asam asetat dapat menghancurkan mitokondria dan apparatus golgi (Santoso, 2002).
Setelah fiksasi minimal 24 jam, selanjutnya yang dilakukan adalah centrifuge serbuk sari dan fiksatif dengan kecepatan 2000 rpm selama 10 menit. Tujuan dari centrifuge ini adalah memisahkan serbuksari dan asam asetat glacial, karena serbuk sari berukuran kecil dan bercampur dengan asam asetat glacial sehingga serbuk sari susah untuk diambil, maka diperlukan centrifuge. Dari hasil centrifuge ini akan terbentuk supernatan asam asetat dan endapan serbuk sari. Asam asetat kemudian dibuang, sehingga didapatkan serbuk sari yang mengendap di dasar tabung centrifuge saja. Pembuangan asam asetat ini perlu kehati-hatian agar serbuk sari yang mengendap di dasar tabung tidak menyebar kembali dalam larutan asam asetat dan akan ikut terbuang (Bia, 2011).
Larutan campuran antara H2SO4 pekat dan asam asetat glasial dengan perbandingan 1 : 9 pada tabung centrifuge yang berisi endapan serbuk sari. Penambahan larutan kemudian diikuti dengan pemanasan campuran larutan tersebut di dalam waterbath (penangas air) di atas lampu spiritus. Pemanasan ini dilakukan hingga air dalam penangas mendidih. Pemanasan larutan ini bertujuan untuk mempercepat terjadinya reaksi yang terjadi pada serbuk sari. Sedangkan penambahan H2SO4 dan asam asetat glasial dengan perbandingan 1:9 ini berfungsi untuk untuk melisiskan selulosa pada dinding serbuk sari (asetolisis), sehingga setelah dibuat preparat, morfologi eksin serbuk sari akan terlihat lebih jelas dibandingkan dengan sebelum asetolisis. Selain itu, asetolisis ini juga berfungsi seperti proses fiksasi, yaitu memelihara atau mempertahankan struktur dari serbuk sari (Khasim, 2002).
Setelah pemanasan dalam waterbath selesai, serbuk sari dalam larutan akan berubah warna menjadi agak kecoklatan. Serbuk sari dan larutan yang dipanaskan ini kemudian didinginkan sejenak. Setelah dingin, langkah selanjutnya adalah melakukan centrifuge untuk mendapatkan serbuk sari yang telah terasetolisis, memisahkannya dari larutan asam asetat glasial dan H2SO4 pekat. Centrifuge dilakukan selama 10 menit dan dengan kecepatan 2000 rpm. Hasil centrifuge adalah supernatan di bagian atas tabung centrifuge, yaitu larutan asam asetat glasial dan asam sulfat pekat serta endapan di dasar tabung, yaitu serbuk sari yang telah terasetolisis. Supernatan kemudian dibuang secara hati-hati agar serbuk sari kyang sudah mengendap tidak menyebar kembali kedalam larutan dan ikut terbuang (Khasim, 2002).
Pencucian serbuk sari dengan aquadest sebanyak dua kali. Pencucian dilakukan dengan penambahan aquadesh ke dalam tabung centrifuge yang berisi serbuk sari kemudian melakukan centrifuge untuk mendapatkan serbuk sari yang sudah bersih. Perlakuan tersebut dilakukan dua kali untuk mendapatkan serbuk sari yang bersih tanpa ada sisa zat kimia seperti fiksatif dalam serbuk sari yang akan dibuat preparat (Khasim, 2002).
Pewarnaan adalah untuk meningkatkan kontras warna serbuk sari dengan sekitarnya sehingga memudahkan dalam pengamatan serbuk sari doi bawah mikroskop. Pewarnaan dapat memperjelas bentuk ornamen dinding sel serbuk sati serta mempermudah mengetahui ukuran serbuk sari. Safranin adalah suatu chlorida dan zat warna  basa yang kuat. Zat warna ini tergolong dalam zat warna golongan azine, yaitu zat warna yang mengandung cincin orthoquinonoid yang dihubungkan dengan bentuk cincin lainnya melalui 2 atom N. Sebenarnya, zat warna ini akan mewarnai dengan sangat baik bila jaringan difiksasi dengan larutan fleming. Dalm pembuatan preparat serbuk sari, pewarnaan serbuk sari menggunakan safranin hasilnyas lebih baik. Dalam proses pewarnaan, safranin dilarutkan dalam sedikit aquades, hal ini masih dilakukan dalam tabung centrifuge. Setelah pewarnaan serbuk sari, kemudian dilakukan centrifuge kembali yang ditujukan untuk mendapatkan serbuk sari yang terwarnai dengan memisahkannya dengan larutan safranin dan aquades. Centrifuge dilakukan selama 10 menit dan dengan kecepatan 2000 rpm. Hasil dari sentriufuge adalah supernatan berupa larutan safranin dan aquadesh yang selanjutnya dibuang dan endapan berupa serbuk sari di dasar tabung yang selanjutnya digunakan untuk pembuatan preparat serbuk sari (Bia, 2011).
Mounting atau penutupan ini merupakan langkah penting dalam pembuatan preparat, dimana serbuk sari diambil dari dasar tabung centrifuge kemudian diletakkan pada salah satu sisi object glass. Kemudian, di masing-masing sisi dari serbuk sari yang diletakkan ini disusun empat potongan kecil parafin. Selanjutnya di atas serbuk sari diletakkan potongan lembaran gliserin jelli. Susunan tersebut perlu dipertimbangkan peletakannya agar dapat dihasilkan preparat yang rapi dan proporsional. Setelah penyusunan gliserin jelli, parafin, dan serbuk sari selesai, langkah berikutnya dalam mounting adalah penutupan susunan tersebut dengan cover glass. Pemanasan ditujukan untuk mencairkan parafin dan gliserin jelli agar dapat menutup serbuk sari, sehingga dihasilkanlah preparat serbuk sari yang tahan dalam selang beberapa waktu (Khasim, 2002).
BAB III
METODE PERCOBAAN

III.1 Alat
            Alat yang digunakan dalam percobaan ini yaitu pipet tetes, botol sampel, objek glass, deck glass, cuvet, sentrifuse, waterbath, pinset, bunsen, gegep dan tabung reaksi.
III.2 Bahan
            Bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu air, serbuk sari kembang sepatu Hibiscus rosa-sinensis, aquadest, H2SO4 pekat, asam asetat glasial, parafin, label dan methylen blue.
III.3 Cara Kerja
Cara kerja pada percobaan ini yaitu :
·         Melakukan fiksasi yaitu merendam serbuk sari dengan menggunakan asam glacial sebanyak beberapa tetes pada botol sampel selama 24 jam. Kemudian melakukan sentrifuse selama 10 menit.
·         Melakukan pamanasan dengan menggunakan asam sulfat (H2SO4) pekat dengan asam glacial dengan perbandingan 1 : 9, selanjutkan disentrifuse selama 10 menit.
·         Melakukan pencucian sebanyak 2x dengan menggunakan aquades kemudian disentrifuse selama 10 menit.
·         Melakukan pewarnaan dengan menggunakan methylen blue 1 tetes dan aquades 2 ml, kemudian disentrifuse selama 10 menit.
·         Melakukan peenutupan yaitu mengambil serbuk sari dengan menggunakan piset, keemudian meletakkan serbuk sari pada preparat. Setelah itu menaruh potongan parafin kecil pada tiap sudut objek gelas, kemudian memanaskan diatas bunsen agar parafin mencair.
·         Melakukan labeling yaitu memberi label pada preparat.
·         Melakukan pengamatan dibawah mikroskop untuk melihat bagian – bagian pollen serta menggambar hasil pengamatannya.

  
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil
IV.1.1 Skema Bagan Kerja



















Fikasasi pollen Hibiscus rosa-sinensis
 






Sentrifus
 





H2SO4 + Asam Asetat Glacial
 



1:9
 






Pemanasan
 



5 menit
 



 


































Sentrifus
 



10 menit 2000 rpm
 









sentrifus
 






pewarnaan
 






penutupan
 






Labelling
 





Pengamatan di bawah mikroskop
 
 
























IV.1.2 Gambar






Keterangan :
1. Objek gelas
2. pollen
3. label
 

1
 

 
2
 







3
 


 










 











IV.2 Pembahasan
Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui tahapan-tahapan pembuatan preparat pollen kembang sepatu Hibiscus rosa-sinensis dengan metode asetolisis.
Tahapan awal dari percobaan ini yaitu dilakukan fiksasi terhadap pollen selama 24 jam menggunakan gliserin. Fiksasi berfungsi untuk mempertahankan elemen-elemen sel atau jaringan, dalam hal ini serbuk sari agar tetap pada posisinya dan tidak mengalami perubahan bentuk maupun ukuran dengan media kimia sebagai fiksatif, dalam hal ini asam asetat glacial.
Selanjutnya dilakukan sentrifuge serbuk sari dan asam asetat glacialselama 10 menit. Dari hasil sentrifuge ini akan terbentuk supernatan asam asetatglacial dan endapan serbuk sari. Asam asetat kemudian dibuang, sehinggadidapatkan serbuk sari yang mengendap di dasar tabung sentrifuge. Pembuanganasam asetat ini perlu kehati-hatian agar serbuk sari yang mengendap di dasar tabung tidak menyebar kembali dalam larutan asam asetat dan akan ikut terbuang.
Kemudian menambahkan larutan campuran antara H2SO4 pekat dan asam asetat glacial dengan perbandingan 1 : 9 pada tabung sentrifuge yang berisi endapan serbuk sari. Setelah penambahan larutan kemudian dilakukan pemanasan campuran larutan di atas penangas. Pemanasan larutan ini bertujuan untuk mempercepat terjadinya reaksi yang terjadi pada serbuk sari. Sedangkan penambahan H2SO4 dan asam asetat glasial dengan perbandingan 1 : 9 ini berfungsi untuk untuk melisiskan selulosa pada dinding serbuk sari, sehingga setelah dibuat preparat, morfologi eksin serbuk sari akan terlihat lebih jelas. Larutan kemudian didinginkan sejenak saat larutan telah berubah kecoklatan.
Selanjutnya larutan di sentrifuge kembali untuk memisahkan serbuk sari dari larutan asam asetat glacial dan H2SO4 pekat. Sentrifuge dilakukan selama 10 menit. Hasil sentrifuge adalah supernatan di bagian atas tabung sentrifuge, yaitularutan asam asetat glasial dan asam sulfat pekat serta endapan di dasar tabung,yaitu serbuk sari yang telah terasetolisis. Supernatan kemudian dibuang secarahati-hati agar serbuk sari yang sudah mengendap tidak menyebar kembali kedalam larutan dan ikut terbuang.
Berikutnya adalah pencucian serbuk sari dengan aquadest sebanyak dua kali. Pencucian dilakukan dengan penambahan aquadesh ke dalam tabung sentrifuge yang berisi serbuk sari kemudian melakukan sentrifuge untuk mendapatkan serbuk sari yang sudah bersih. Kemudian dilakukan pewarnaan (staining) dengan menggunakan campuran aquades dan metilen blue. Tujuan utama dari pewarnaan adalah untuk meningkatkan kontras warna serbuk sari dengan sekitarnya sehingga memudahkan dalam pengamatan serbuk sari di bawah mikroskop. Dalam proses pewarnaan, metilen blue dilarutkan dalam sedikit aquades, hal ini masih dilakukan dalam tabung centrifuge.
Setelah pewarnaan serbuk sari, kemudian dilakukan centrifuge kembali yang ditujukan untuk mendapatkan serbuk sari yang terwarnai dengan memisahkannya dengan larutan metilen blue dan aquades. Sentrifuge dilakukan selama 10 menit dan dengan kecepatan 2000 rpm. Selanjutnya setelah pewarnaan adalah mounting. Mounting atau penutupan ini merupakan langkah penting dalam pembuatan preparat, dimana serbuk sari diambil dari dasar tabung centrifuge kemudian diletakkan ditengah preparat kemudian diamati di bawah mikroskop.
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan di bawah mikroskop didapatkan struktur dari pollen bunga kembang sepatu Hibiscus rosasinensis berbentuk bulat dan dilengkapi spina atau duri-duri disekelilingnya. Dinding serbuk sari terdiri dari dua lapisan, yaitu Eksin (lapisan luar)  tersusun atas sporopolenin, dan In tin (lapisan dalam) yang tersusun atas selulosa. Struktur dinding serbuk sari, khususnya bagian eksin, merupakan salah satu karakter yang digunakan dalam identifikasi. Struktur halus eksin dapat dibedakan menjadi tiga tire, yaitu: tektat, semitektat, dan intektat. 
 
  
  
  
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan
Setelah melakukan percobaan mengenai pembuatan preparat pollen kembang sepatu Hibiscus rosa-sinensis dengan metode asetolisis dapat diktahui bahwa asetolisis adalah salah satu metode pembuatan preparat serbuk sari yang menggunkan prinsip melisiskan dinding sel serbuk sari dengan asam asetat glasial serta asam sulfat pekat sebagai bahan tambahan, dengan  langkah-langkah pembuatannya adalah fiksasi, sentrifuge, pemanasan, sentrifuge, pencucian, sentrifuge, pewarnaan, penutupan dan labeling.

V.2 Saran
Adapun saran untuk percobaan ini yaitu menggunakan pollen tanaman lain. 
 
  
  
DAFTAR PUSTAKA

Alfiansyah. 2012. Bagian, Fungsi, dan Struktur Bunga. http://www.sentra-edukasi.com, diakses pada tanggal 26 September 2012, pukul 20.00 WITA.

Bia. 2011. Pembuatan Preparat Pollen dengan Metode Asetolisis. http://biasaranghaebi.blogspot.com, diakses pada tanggal 26 September 2012, pukul 20.10 WITA.

Khasim, Muhammad. 2002. Laporan Praktikum Mikroteknik. Fakultas Pertanian, UGM, Yogyakarta

Santoso, H. B.. 2002. Bahan Kuliah Teknik Laboratorium. Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru.


Septina, Sendy. 2006. Hubungan Kekerabatan Beberapa Tanaman Murbei Morus sp. Berdasarkan Morfologi Pollen. Fakultas Pertanian, Insitus Pertanian Bogor, Bogor.

Sumardi, I. dan Pudjoarinto, A.. 2002. Struktur Perkembangan Tumbuhan. Universitas Hasanuddin, Makassar.


Suntoro, Handari. 1983. Metode Pewarnaan (Histologi dan Histokimia). Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta.

Wikipedia. 2012. Perkembangbiakan. http://id.wikipedia.org, diakses pada tanggal 26 September  2012, pukul 21.0 0 WITA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar