Jumat, 10 Mei 2013

Evolusi Manusia



BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
Evolusi manusia atau  Anthropogenesis merupakan bagian dari evolusi biologi yang mengenai munculnya Homo sapiens. Ini merupakan subyek yang luas penyelidikan ilmiah yang berusaha memahami dan menjelaskan bagaimana perubahan ini terjadi. Studi dari evolusi manusia meliputi berbagai ilmu pengetahuan, terutama fisik antropologi, linguistik dan genetika (Wikipedia, 2012).
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/7/7d/Taung's_child.jpg/220px-Taung's_child.jpg            Beberapa typological spesies Homo telah berkembang. Termasuk Homo erectus yang menghuni Asia dan Homo neanderthalensis yang menghuni Eropa. Archaic Homo sapiens berevolusi antara 400.000 dan 250.000 tahun yang lalu. Evolusi manusia telah berkembang lebih dari 6 juta tahun yang lalu. Dalam darwin The Origin of Species, yang di terbitkan tahun 1859, di jelaskan bahwa kemungkinan besar manusia berasal dari primata di afrika, tapi pada saat itu belum di temukan catatan fossil dari nenek moyang kita sampai pada tahun 1924 pada saat itu di temukan fossil Australopithecus africanus di africa yang berumur sekitar 4 juta tahun yang lalu, yang di berinama Taung child (Wikipedia, 2012).
           




Sejak  zaman Renaisance di abad 17 lalu, manusia memasuki “dunia baru”, dunia yang begitu  berbeda  dengan tatanan dunia sebelumnya. Alfin Tovler, futurolog yang membagi tiga tahapan perkembangan peradaban manusia, menyatakan bahwa manusia saat ini hidup di tengah periode masyarakat komunikasi yang berlangsung sejak 1970 hingga sekarang. Dalam kehidupan di dunia baru ini manusia mengalami proses transformasi – untuk tidak mengatakan revolusi seperti yang diistilahkan oleh Franz Magnis – yang begitu cepat dan mencengangkan. Hasil olah sains dan teknologi canggih yang diciptakan manusia  membuat sesuatu  menjadi mudah, tidak berjarak dan tidak tersekat oleh waktu dan tempat. Semuanya dapat dilampaui oleh ilmu pengetahuan dan teknologi. Hikmat Budiman dengan sinis menyatakan, bahwa canggihnya kehidupan modern belum, bahkan tidak terjangkau oleh mimpi-mimpi paling liar sekalipun pada masyarakat primitif (1997).
Kecanggihan ilmu pengetahuan sekarang ini membuka ruang dan cakrawala baru dalam tatanan peradaban kehidupan manusia. Betapa tidak, sesuatu yang dahulunya dianggap tabu, misteri dan merupakan wilayah metafisis bahkan teologis, dengan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi riil dan lumrah. Sebagai contoh, sebut saja tentang penjelajahan manusia ke semesta lain, seperti perjalanan ke bulan  dengan hanya menggunakan pesawat ulang alik baik yang berawak maupun yang tidak; rekayasa genetika; teknologi informasi, komunikasi dan transportasi. Akan tetapi, betapapun manusia telah berhasil dan terus berhasrat melakukan eksplorasi dan menguak tabir misteri cosmic, termasuk dirinya, namun keberadaan manusia itu sendiri tetap saja menjadi misteri yang hingga kini, bahkan entah sampai kapan perlu diuangkap.
Berbagai penemuan baru super canggih produk ratio telah mampu merubah tatanan dan pola hidup yang dilakonkan manusia, termasuk paradigma kehidupannya. Perubahan dimaksud sekaligus telah menjadi pertanda keberhasilan manusia mengganti peran alam yang awalnya hadir sebagai mitra dalam kehidupan di semeta ini kini menjadi objek eksploitasi hanya dengan mengedepankan dalih demi kelangsungan hidup manusia dan demi kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Seiring dengan perjalanan waktu, manusia semakin terpesona dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai produk kerja ratio. Bahkan ironisnya, hanya dikarenakan berbagai kemudahan dalam menjalankan aktivitas kehidupan sebagai tawaran dari ilmu pengetahuan dan teknologi yang kian hari kian berkembang, manusia telah berani meniscayakan “ratio” yang terbukti telah berhasil menghadirkan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga tanpa disadari seiring dengan itu pula ia telah mereduksi keniscayaan realitas lainnya termasuk agama dengan berbagai elemen spiritual yang terkandung di dalamnya.
Keterpesonaan akan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berakhir pada peniscayaan terhadap ratio membuat manusia memandang dan menghadirkan dunia dengan segala persoalannya sebagai realitas yang sederhana. Oleh Yasraf Amir Pilliang dunia seperti itu diistilahkan dengan dunia yang telah dilipat (2004). Hal ini disebabkan oleh kenyataan betapa kehadiran ilmu pengetahuan dan teknologi telah membuat aktivitas hidup manusia semakin efektif dan efisien.
Dunia yang telah dilipat muncul sebagai konsekwensi dari kehadiran berbagai penemuan teknologi mutakhir terutama transportasi, telekomunikasi dan informasi,  jarak-ruang semakin kecil dan semakin sedikit waktu yang diperlukan dalam pergerakan di dalamnya, inilah pelipatan ruang-waktu. Adalagi pelipatan waktu-tindakan, yakni pemadatan tindakan ke dalam satuan waktu tertentu dalam rangka memperpendek jarak dan durasi tindakan, dengan tujuan mencapai efisiensi waktu. Dahulu manusia melakukan satu hal dalam satu waktu tertentu, seperti memasak, menyetir, membaca, menelepon dan lain-lain. Kini, manusia dapat melakukan banyak hal dalam satu waktu bersamaan, menyetir mobil sambil menelepon, mendengar musik, makan dan sambil bicara.
Pada bagian lain ada pula miniaturisasi ruang-waktu, dimana sesuatu dikerdilkan dalam berbagai dimensi, aspek, sifat dan bentuk lainnya. Realitas ditampilkan melalui media gambar, fotografi, televisi, film, video, dan internet. Sebagaimana yang dikatakan oleh Paul Virilio yang dikutip Yasraf Amir Pilliang, bahwa ruang saat ini tidak lagi meluas, tetapi mengerut di dalam sebuah layar elektronik. Jika ingin mengetahui sesuatu yang riil, manusia dapat mencari dan menyaksikan melalui video, film, televisi. Ingin tahu mendetail tentang sang bintang idola, maka orang tinggal mengklik satu situs dalam internet, kemudian tampillah sang bintang dengan ragam tentang dirinya, dan seterusnya. Demikianlah di antara beberapa gambaran tentang pelipatan dunia oleh perkembangan teknologi mutakhir di bidang transportasi, komunikasi dan informasi.
BAB II
ISI

Istilah manusia modern anatomis (MMA) dalam paleoantropologi mengacu kepada individu awal dari Homo sapiens dengan suatu penampilan yang konsisten dengan rentang fenotipe pada manusia modern. Manusia modern anatomis berevolusi dari Homo sapiens purba pada masa Paleolitik Tengah, sekitar 200.000 tahun lalu. Munculnya manusia modern anatomis menandakan permulaan dari subspesies Homo sapiens sapiens, yaitu subspesies dari Homo sapiens yang mengikutkan semua manusia modern. Fosil tertua yang ada pada manusia modern anatomis adalah Omo remains, yang berusia 196.000 tahun yang terdiri dari dua tengkorak yang berbeda, dan juga tulang tangan, kaki, telapak kaki dan pinggang (Wikipedia, 2012).
Fosil yang lain termasuk Homo sapiens idaltu dari Herto di Etiopia yang berusia 150.000 tahun dan peninggalan dari Skhul di Israel yang berusia 90.000 tahun (Wikipedia, 2012).
Ø Anatomi







Manusia modern anatomis dibedakan dari leluhurnya langsung, Homo sapiens purba, lewat sejumlah fitur anatomis. Homo sapiens purba memiliki kerangka yang kokoh, mengindikasikan bahwa mereka hidup bergantung kepada fisik; ini bisa berarti bahwa manusia modern anatomis, dengan rangka yang ramping, menjadi lebih bergantung kepada teknologi daripada kekuatan fisik untuk memenuhi tantangan lingkungan (Aingindra, 2012).
Homo sapiens purba juga memiliki bubung alis (tonjolan lapisan tulang di atas rongga mata). Dengan munculnya manusia modern anatomis, bubung alis secara signifikan berkurang, dan pada manusia modern mereka, rata-rata, samar-samar terlihat. Fitur pembeda lainnya dari MMA adalah tonjolan dagu, sesuatu yang tidak ada pada Homo sapiens purba (Wikipedia, 2012).
MMA umumnya memiliki dahi vertikal dimana leluhur mereka memiliki dahi yang miring ke belakang. Menurut Desmond Morris, dahi yang vertikal pada manusia tidak hanya menaungi otak yang besar, tapi tonjolan dahi memainkan peran penting dalam komunikasi manusia lewat pergerakan alis mata dan kerutan kulit dahi (Wikipedia, 2012).
Ø Manusia Modern Awal







Omo, Hertho, Skhul, dan Peninggalan Jebel Qafzeh terkadang disebut dengan "Manusia Modern Awal" karena peninggalan kerangka mereka memperlihatkan campuran dari ciri-ciri purba dan modern. Skhul V, sebagai contohnya, memiliki bubung alis dan muka yang menonjol. Namun, tempat otak dari Skhul V berbeda dengan Neanderthal dan mirip dengan tempat otak pada manusia modern. Di Eropa, manusia modern awal adalah Cro-Magnon (Wikipedia, 2012).
Ø Asal Usul Manusia Modern Dari Afrika
Asal-usul manusia modern dari Afrika adalah model yang kini paling diterima dalam paleoantropologi untuk menggambarkan asal-usul dan penyebaran dini manusia modern. Teori ini disebut dalam pers bahasa Inggris model (Recent) Out-of-Africa ("keluar dari Afrika"), dan dalam dunia akademis model Recent single-origin hypothesis aatau RSOH ("hipotesa asal-usul tunggal yang baru"), Replacement Hypothesis ("hipotesa penggantian") dan Recent African Origin atau RAO ("asal-usul dari Afrika yang baru"). Hipotesa bahwa manusia memiliki asal-usul yang tunggal (monogenesis) pernah dirumuskan Charles Darwin dalam Descent of Man (1871). Paham ini bersifat spekulatif sampai tahun 1980-an, ketika dibenarkan oleh penelitian atas DNA mitokondria pada manusia masa kini, dipadukan dengan bukti-bukti yang didasarkan pada antropologi fisik atas spesimen kuno (Sains, 2012).
Penterjemahan genetika dan bukti fossil menunjuk bahwa perkembangan Homo sapiens purba menjadi manusia hanya terjadi diAfrika, antara 200 000 dan 150 000 lalu, bahwa anggota dari satu cabang dari Homo sapiens meninggalkan Afrika antara 125 000 dan 60 000 tahun lalu, dan bahwa dalam perjalanan waktu Homo sapiens tersebut menggantikan populasi manusia yang lebih dini seperti manusia Neanderthal dan Homo erectus. Asal-usul tunggal manusia modern di Afrika Timur adalah pandangan yang dipegang mayoritas masyarakat ilmiah. Ada teori yang berbeda mengenai apakah terjadi satu hijrah atau lebih. Dalam model penyebaran jamak termasuk teori Penyebaran Selatan, yang akhir-akhir ini mendapat dukungan dari bukti-bukti genetika, linguistik dan arkeologis. Sejumlah peneliti yang kian besar juga menduga bahwa "Afrika Utara yang lama diabaikan" adalah tempat asal awal manusia modern yang pertama berhijrah dari Afrika (Sains, 2012).
Teori saingan yang paling kuat adalah asal-usul multiregional manusia modern, yang melihat segelombang Homo sapiens berhijrah dari Afrika, kemudian berbaur dengan populasi Homo erectus setempat di beberapa kawasan bumi. Kebanyakan multiregionalis tetap melihat Afrika sebagai sumber utama keanekaragaman genetik manusia, namun memperkirakan peranan yang jauh lebih besar bagi pencampuran (Wikipedia, 2012).
Ø Asal Usul Manusia Modern
Sebagaimana yang biasanya diberikan, ada dua model utama mengenai subjek ini - Asal-usul terkini manusia modern dari Afrika dan evolusi multiregional. Perdebatan umumnya mempermasalahkan mengenai jumlah relatif penggantian atau kawin-silang yang terjadi di area di luar Afrika, saat gelombang manusia (atau leluhur manusia) keluar dari Afrika dan menempati area lainnya, dan pentingnya hubungan dari gelombang terbaru sebagai bandingan dengan gelombang yang lebih lama (Wikipedia, 2012)
Pandangan utama, yang dikenal dengan model asal terkini dari Afrika, memegang bahwa semua atau hampir semua perbedaan genetika manusia modern di seluruh dunia dapat ditelusuri kembali ke manusia modern anatomis pertama yang meninggalkan Afrika. Model ini didukung oleh beberapa garis bukti yang independen, seperti catatan fosil dan genetika (Sains, 2012).
Secara sejarah, kritik terhadap pandangan ini sering diberi tanda kurung mendukung "hipotesis multiregional", yang popularitasnya memudar sejak awal 1990-an. Beberapa kritik beralasan bahwa sejumlah garis keturunan genetika non-Afrika mampu bertahan hidup di beberapa tempat di belahan dunia lewat kawin-silang dengan manusia modern anatomis. Menurut versi kuat dari model multiregional berbagai populasi manusia di seluruh dunia sekarang akan memiliki materi genetika yang bertahan sampai sejauh manusia awal seperti Homo erectus. Sekumpulan besar data dalam Evolusi genetika manusia (Jobling, Hurles dan Tyler-Smith, 2004) mendukung kuat model "Keluar dari Afrika". Analisis dari orang-orang Eropa modern menyarankan bahwa tidak ada DNA mitokondria (garis keturunan langsung) yang berasal dari Neanderthal yang masih bertahan pada masa sekarang (Wikipedia, 2012).
Namun pengurutan terbaru dari gen Neanderthal dan Denisovan memperlihatkan beberapa pencampuran. Draf laporan pengurutan oleh Neanderthal Genome Project pada bulan Mei 2010 mengindikasikan beberapa bentuk hibridisasi antara manusia purba dan manusia modern telah terjadi setelah manusia modern muncul dari Afrika. Diperkirakan 1 dari 4 persen DNA pada orang Eropa dan Asia (yakni Prancis, Cina dan Papua proband) adalah non-modern, dan berbagi dengan DNA Neanderthal purba dan bukan dengan Sub-sahara Afrika (yaitu Yoruba dan San proband). Sementara orang Melanesia memiliki tambahan 1-6% berasal dari Denisovan (Wikipedia, 2012).
Secara praktisnya, kontroversi umumnya mengenai periode spesifik dan proposal spesifik untuk periode perkawinan-silang. Keberadaan dan pentingnya aliran gen dari Afrika secara umum diterima, sementara kemungkinan adanya kasus tertutup dari kawin-silang antara kedatangan orang sub-Sahara dan yang kurang "modern" pada zaman (mereka) pada beberapa tingkat dalam prasejarah tidak begitu kontroversial. Walau demikian, dan menurut penelitian genetika, manusia modern tampak telah kawin dengan "paling tidak dua grup" dari manusia purba Neanderthal dan Denisovan (Sains, 2012).
Ø Perilaku Manusia Modern
Ada banyak perdebatan mengenai apakah manusia modern anatomis paling awal berperilaku sama dengan yang baru atau manusia sekarang. Karakteristik perilaku manusia modern yang terbaru termasuk bahasa modern yang penuh, kapasitas untuk berpikir abstrak dan penggunaan simbolisme untuk mengekspresikan kreativitas kultural. Ada dua hipotesis yang menentang mengenai asal mula perilaku modern. Beberapa ahli beralasan bahwa manusia mencapai modernitas secara anatomis terlebih dahulu, sekitar 200 kya, dan selanjutnya mereka mengadopsi perilaku modern sekitar 50 kya. Hipotesis ini berdasarkan pada catatan fosil yang terbatas dari periode sebelum 50 kya dan melimpahnya artifak manusia yang ditemukan setelah 50 kya. Pendukung dari pandangan ini membedakan "manusia modern anatomis" dengan "manusia modern secara perilaku” (Wikipedia, 2012).
Pandangan yang berlawanan yaitu bahwa manusia mencapai perilaku dan anatomi modern secara bersamaan. Sebagai contohnya, pendukung dari pandangan ini beralasan bahwa manusia telah mengembangkan kerangka bentukan yang ringan selama transisi ke anatomi yang lebih modern, dan hal ini hanya dapat terjadi lewat meningkatnya kerjasama manusia dan penggunaan teknologi, ciri-ciri karakteristik dari perilaku modern (Wikipedia, 2012).
Modernisasi adalah sebuah keniscayaan sejarah yang pasti ada menyambangi sebuah peradaban manusia, tak perduli apakah ia menghendakinya atau tidak. Menurut Franz Magnis, modernisasi adalah satu revolusi kebudayaan paling dahsyat yang dialami manusia sesudah belajar bercocok tanam dan membangun rumah. Modernitas bagaikan air bah yang terus menerjang benteng-benteng kokoh mitologis masyarakat primitif  dan menggantinya dengan bangunan baru yang lebih rasional, kritis dan liberal. Modernisasi merupakan suatu proses raksasa menyeluruh dan global. Tak ada bangsa atau masyarakat yang dapat mengelak dari padanya.
Zaman Modern sendiri, masih menurut Franz Magnis, diawali dengan ditemukannya 3 hal penting yaitu penemuan dan pemakaian bubuk mesiu, mesin cetak dan kompas pada abad ke-15 M di Eropa. Ketiga hal inilah yang menjadi pra-syarat terciptanya  masyarakat modern berikutnya yang dimulai dari belahan dunia Eropa. Penemuan dan pemakain bubuk mesiu berarti titik akhir kekuasaan feodal yang dipusatkan dalam benteng-benteng feodalisme. Penemuan mesin cetak menandakan telah dimulainya proses transformasi ilmu pengetahuan sehingga dapat dikonsumsi oleh khalayak ramai, sehingga pengetahuan dan interprtasi kebenaran tidak lagi menjadi hak monopoli satu golongan tertentu. Dengan mesin cetak, pengetahuan baru yang ditemukan dari hasil eksplorasi para saintis dapat dipublikasikan secara lebih luas, dengan demikian pengetahuan menjadi inklusif karena dapat diakses oleh siapa saja. Kondisi ini memungkinkan percepatan perubahan dalam satu komunitas peradaban karena telah terjadi dinamisasi khususnya pada aspek peradaban intetektual. Di bagian lain, penemuan kompas mengisyaratkan bahwa navigasi mulai aman, sehingga dimungkinkan  melakukan perjalanan jauh guna menemukan, membuka dan menjelajah dunia baru.
Tiga penemuan inilah yang menjadi dasar bagi perkembangan peradaban manusia selanjutnya menjadi semakin dahsyat juga liar. Karena tiga penemuan ini jugalah kemudian lahir tiga gerakan yang menjadi landasan pembuka jalan ke dunia modern. Ketiga gerakan itu adalah gerakan kapitalisme dengan teknik modern yang memungkinkan  industrialisasi, subjektivitas manusia modern dan rasionalisme.
Dari ketiga gerakan di atas kemudian lahirlah modernisme sebagai anak dari karya intelektual manusia. Ia menggurita dalam tiap aspek kehidupan manusia. Banyak penemuan-penemuan ilmiah baru yang mencengangkan dan membelalakkan mata manusia awam. Dimulai dari penemuan Nicolaus Copernicus (1473-1543), seorang ilmuan yang mengumandangkan teori bahwa matahari sebagai pusat tata surya (helio sentris),  Johanes Kepler  (1571-1630) yang menemukan hukum gerak planet, Galileo Galilei (1564-1626), dan sederet nama-nama lainnya. Sejak abad ini, dimulailah satu proyek besar ambisius oleh masyarakat barat, yaitu apa yang mereka sebut dengan modernisasi.
Menurut Lawrence, secara terminologi kemoderenan dapat dipahami sebagai sebuah kondisi atau keadaan dimana muncul serangkaian perubahan dan peningkatan dalam kehidupan manusia, mulai dari sistem birokrasi, rasionalisasi, kemajuan dalam bidang teknis dan pertukaran global yang tidak pernah terpikirkan oleh manusia era pra-modern. Lawrence berupaya mengambarkan modernisme sebagai “pencaharian otonomi individu,  menekankan pada perubahan nilai secara kuantitas, efisiensi dalam produksi, dan kekuatan serta keuntungan di atas simpati terhadap nilai-nilai tradisional atau lapangan pekerjaan dalam ruang publik maupun pribadi. Keberhasilan tersebut –technical capacities dan global exchange—merupakan konsekuensi material dari ideologi modernisme, yang kemudian memarginalisasikan peran agama. Dari sini kemudian muncul perdebatan dimana orang banyak mendudukkan modernisasi vis-a-vis  agama.
Ø Anomali Modernitas
Adalah hal yang tak terbantahkan, bahwa sains dengan penemuan-penemuan spektakulernya membawa berkah bagi kehidupan manusia berupa kemudahan dalam menjalankan aktivitas kehidupan. Saat ini kita dapat merasakan bahwa hampir semua pekerjaan dapat dikerjakan oleh mesin mulai dari yang paling berat, rumit dan sulit hingga yang paling sederhana, gampang dan mudah. Dalam tiap ritme kehidupan, kita selalu dikelilingi oleh mesin, seolah kita tidak bisa hidup tanpanya sebagaimana sebagai makhluk seorang makhluk sosial, kita tidak dapat hidup tanpa manusia lainnya di sekeliling. Demikian adanya bahwa mesin memudahkan, membuai dan memanjakan kehidupan kita. Tetapi sekali lagi kita mesti ingat bahwa modernitas adalah produk ambigu manusia yang menghadirkan dua sisi berhadap-hadapan.
Di satu sisi, modernitas menghadirkan dampak positif dalam hampir seluruh konstruk kehidupan manusia. Namun pada sisi lain, juga tidak dapat ditampik bahwa modernitas punya sisi gelap yang menimbulkan akses negatif yang sangat bias. Dampak paling krusial dari modernitas menurut Budi Munawar Rahman, adalah terpinggirkannya manusia dari lingkar eksistensi (Komarudin Hidayat & Wahyu Nafis,1995). Menurutnya, manusia modern melihat segala sesuatu hanya berdasar pada sudut pandang pinggiran eksistensi. Sementara pandangan tentang spiritual atau pusat spritualitas dirinya, terpinggirkan. Makanya, meskipun secara material manusia mengalami kemajuan yang spektakuler secara kuantitatif, namun secara kualitatatif dan keseluruhan tujuan hidupnya, manusia mengalami krisis yang sangat menyedihkan. Dengan mengutip Schumacher dalam bukunya “A Guide for the perplexed”, manusia kemudian disadarkan melalui wahana krisis lingkungan, bahan bakar, ancaman terhadap bahan pangan dan kemungkinan krisis kesehatan.
Awal mula krisis eksistensial ini sebagaimana yang pernah ditulis oleh Huston Smith dalam bukunya “Kebenaran yang Terlupakan” adalah saat seorang filsuf Perancis Rene Descartes (1596-1650) mempublikasikan karyanya yang berjudul “Discourse on Method of Rightly Conducting the Reason and Seeking the Truth in the Science“. Dalam karyanya ini Descartes dengan jargon Cogito ergo sum” (aku berpikir maka aku ada) ingin mengungkapkan bahwa alam adalah sesuatu yang terpisah dari manusia sebagai subjek berpikir. Tidak ada yang tidak dapat diketahui manusia jika ia mau menggunakan pikirannya. Menurut Hikmat Budiman, filsafat Descartes ini dipandang sebagai penghulu terjadinya cara berpikir dualisme, dimana ia telah menghadirkan sebuah distinksi atau perbedaan atau pemisahan antara subjek (res cogitant) sebagai yang berpikir dan objek (res extensa) yang berada di luar. Di antara keduanya dijembatani dengan ilmu pengetahuan alam atau wacana (ergo).  Hal ini berkonsekuensi pada terjadinya superioritas subjek terhadap objek, sesuatu dikatakan ada atau tidak ada, tergantung pada dipikirkan atau tidak dipikirkannya oleh subjek. Jika sebelumnya alam dikaitkan dengan eksistensi kekuasaan Yang Maha Agung (Tuhan) yang kemudian termanifestasi dalam figur totem, taboo, animisme, dinamisme bahkan agama, maka metodologi eklektis Cartesian kemudian menjadikan akal sebagai avant-garde eksistensi manusia di hadapan alamnya. Manusia dengan akalnya merasa mampu membedah alam, untuk kemudian menundukkannnya, sehingga alam hanya dijadikan sebagai objek yang dipikirkan (res extansa). Ini kemudiaan disebut oleh Imanuel Levinas, dijuluki sebagai egologi, yaitu ilmu pengetahuan yang berkutat dengan ego manusia. 
Kerangka filosofis tersebut yang kemudian mendudukkan alam (nature) sebagai subordinasi dari manusia atau inferior  vis a vis manusia (res cogitant).   Supremasi ilmu pengetahuan alam dan semangat aufklarung ini yang kemudian memunculkan semangat kapitalisme dan kemudian imperialisme.  Hal tersebut dapat kita pahami melalui persfektif teori sistem dunia dan teori ketergantungan. 
Pada persoalan lain, secara ekstrem sebenarnya modernitas mengancam eksistensi kemanusiaan. Betapa tidak, dengan ditemukan dan dipakainya bubuk mesiu pada akhir abad ke-15 lalu di Eropa, maka bermunculan senjata-senjata canggih pemusnah massal. Beberapa tragedi dalam lintasan sejarah  seperti pengeboman oleh tentara Amerika dengan bom atom di Nagashaki dan Hirosima, penggunaan gas sarin oleh sekte Aom Shinrikyu di stasiun kereta api bawah tanah yang menewaskan banyak orang, tragedi WTC dan masih banyak lagi peristiwa lainnya, ini  adalah ciri peperangan  pada abad modern yaitu memusnahkan secara massal. Mungkin kita juga masih diingatkan dengan peristiwa ledakan pabrik kimia di Bhopal, India, pada bulan September 1984, atau yang terjadi pada perusahaan nuklir di Chernobyl, di bekas Uni Soviet, pada bulan April 1986, semua menelan korban jiwa yang tidak sedikit.
Pada aspek lingkungan, kita juga mencatat betapa teknologi sangat tidak bersahabat dan mempunyai konstribusi signifikan terhadap kerusakan lingkungan. Lapisan ozon yang telah menipis akibat efek dari banyaknya rumah kaca dan polusi udara yang dihasilkan oleh pabrik serta kendaraan bermotor, hutan yang gundul, pantai yang mengalami abrasi, air sungai yang terkontaminasi dan lain sebagainya adalah akibat logis dari modernitas. Pada ranah ini, tidak hanya eksistensi manusia yang terancam tetapi juga alam secara makro. Sederhananya bahwa alam telah terekploitasi sedemikian bejadnya oleh interest rakus para individu penjelajah harapan dengan mengatasnamakan kepentingan kemanusiaan. Eksploitasi yang tidak logis dan berimbangan ini sejatinya telah merusak relasi arif antara meta cosmic, makro cosmic dan mikro kosmic yang dahulunya saling berdialektika dalam satu relasi interdependensi.
Lain lagi menurut Erich From dalam bukunya “The Revolution of Hop” bahwa dalam kehidupan manusia modern di tengah-tengahnya ada “hantu”. Terma hantu yang dipakai dan dimaksudkannya di sini adalah ilustrasi terhadap pola masyarakat  yang dimesinkan secara total, manusia adalah mesin yang mekanis. Totalitas kehidupannya dicurahkan untuk meningkatkan produksi dan konsumsi material, yang dalam prosesnya -lebih ironis- bahwa ia diarahkan oleh komputer-komputer (baca: mesin). Manusia tidak lagi berfungsi sebagai manusia yang utuh. Dalam  proses sosial semacam ini manusia  menjadi bagian dari mesin, diberi makan dan hiburan yang cukup, tetapi pasif, tidak hidup dan nyaris tanpa perasaan.  Semua persoalan dalam konteks ini ditinjau dari perspektif material, padahal menurut Plato, seorang filosof Yunani, manusia adalah konfigurasi dari dua realitas tak terpisahkan yakni fisik yang mengambil bentuk material dan psikis yang mengambil bentuk jiwa atau spirit. Artinya, mengabaikan atau memprioritaskan salah satunya sama artinya dengan menjadikan manusia bukan manusia sebenarnya.
Hal lain yang juga telah menjadi karakter manusia modern yang  materialistik oriented  adalah budaya pragmatisme dan hedonisme. Pragmatisme1 adalah cara pandang yang melihat sesuatu dari nilai manfaat yang dapat dihasil dari sesuatu. Jika ia bermanfaat secara praktis material, maka ia dianggap kebenaran yang bernilai. Demikian juga  dengan budaya hedonisme, totalitas kehidupan semuanya diorientasikan untuk sebuah kenikmatan. Kebahagiaan tertinggi adalah karena akumulasi yang banyak dari kenikmatan material, dan sebaliknya kesengsaraan adalah disebabkan manusia tidak menemukan kenikmatan. Motto yang paling terkenal dari kaum hedonis adalah “hidup untuk hari ini”. Dari sini dapat diasumsikan bahwa apa saja menjadi legal dan pantas demi sebuah kenikmatan. Pada proses selanjutnya dapat dipastikan bahwa akan terjadi peminggiran terhadap beberapa sisi dari kemanusian itu  sendiri, terutama persoalan moralitas juga etika.
Dalam ranah empiris kemudian dapat kita temukan betapa banyak hari ini penyakit-penyakit sosial yang terjadi di masyarakat, mulai dari pelecehan seksual, pemerkosaan, pengkonsumsian obat-obat terlarang, minuman keras, aborsi, perilaku sadisme dan perilaku-perilaku kriminal lainnya yang kesemuanya menghiasi wajah gelap modernitas. Itulah di antara beberapa anomali yang include dalam modernitas itu sendiri dimana kesemuanya ternyata sangat potensial untuk memberangus sisi-sisi eksistensial kemanusiaan. Sebagai kesimpulan sementara  dapat dikatakan, bahwa kemajuan secara kuantitatif material yang dicapai oleh modernitas, tidak diiringi dengan kemajuan kualitatif.  Modernitas dengan sederet anomalinya tersebut sedikit banyak telah mengabsurdkan beberapa sisi sejati dari manusia pemujanya. Absurditas inilah yang selanjutnya menyebabkan manusia modern salah orientasi dalam memaknai hakikat hidup yang ia jalani.
BAB III
PENUTUP

Sebagai akhir dari bentangan ini, penulis mencoba merefleksikan apa yang pernah ditawarkan oleh seorang  filsuf berkebangsaan Swiss Jean Jacques Rousseau (1712-1778) saat ia menjawab sebuah pertanyaan “Apakah kemajuan seni dan ilmu pengetahuan memberikan konstribusi terhadap pemurnian moralitas manusia?” Pertanyaan dalam sebuah sayembara ini ternyata bagi Rousseau membukakan kesadaran nalarnya bahwa terlalu banyak keganjilan yang terjadi dalam tata kehidupan masyarakat pada waktu itu. Hasil perenungannya di bawah pohon ternyata sangat mengejutkan banyak pihak. Ia katakan bahwa kemajuan dalam bidang seni juga ilmu pengetahuan sesungguhnya tidak membuat manusia semakin beradab alias tidak membuat moralitas manusia semakin murni (Russel,2004). Justru sebaliknya, bahwa kemajuan peradaban akal budi semakin membuat kehidupan manusia tercerabut dari keharmonisan yang sungguh merupakan watak awalnya. Dalam tulisan panjangnya ia mengatakan, bahwa klaim kemajuan peradaban bangsa Prancis saat itu semu belaka karena hanya kemajuan pada ranah material kuantitatif yang terjadi,  tetapi tidak  pada ranah kualitatif. Di antara indikatornya adalah bahwa raja (penguasa) semakin bar-bar melakukan eksploitasi pada rakyat dengan melakukan penarikan pajak secara semena-mena, sementara kalangan mereka sendiri terbebas dari beban tersebut. Wal hasil, kemajuan hanya dapat dinikmati segelintir kelompok saja yakni bagi mereka yang mempunyai akses kekuasaan juga kekayaan. Kesimpulannya bahwa kemajuan hanya membuat manusia semakin terperosok dalam keterasingan akan diri mereka yang sebenarnya.
Menurutnya, sebelum manusia membentuk komunitas dengan perangkat-perangkat yang terlembaga, kehidupan manusia berjalan sangat harmoni. Terjadi relasi yang saling ketergantungan antara manusia, alam dan Yang Kuasa. Pada dasarnya watak manusia secara alamiah adalah baik. Ia mempunyai sifat-sifat yang lugu, jujur, toleran dan bersahaja sebagai sifat yang tidak dibuat-buat. Tetapi kemudian karena muncul pelembagaan, mulailah secara perlahan klaim-klaim. Klaim hak milik, klaim kelompok paling benar, paling superior dan seterusnya. Di sinilah kemajuan menjadi tersangka sebagai biangkerok tercerabutnya sifat alamiah manusia yang adi luhung. Sebagai tawarannya, Rousseau mengajak untuk kembali ke alam (retoyr a la nature).
Dalam konteks kenestapaan manusia modern terhadap absurditas yang mereka rasakan, rasanya masih sangat relevan apa yang ditawarkan oleh Rousseau tersebut. Hanya saja, jika 257 tahun yang lalu Rousseau mengajak kembali ke alam, maka tawaran agar manusia berubah dalam rangka mengembalikan citra kemanusiaanya melalui kearifan nilai relegiusitas (spiritual) adalah konteks tawaran yang tepat  terhadap masalah keterpinggiran manusia moderen dalam lingkaran eksistensinya. Kembali kepada spiritualitas di tengah kepongahan modernitas adalah mengembalikan rasa kehadiran Yang Suci di tengah-tengah moralitas manusia yang sejatinya memang telah dititipkan oleh Yang Suci pada tiap diri manusia. Spiritualitas adalah infinite idea yang inheren dalam totalitas kemanusiaan manusia. Mengingkarinya berarti mengingkari kedirian sebagai seorang manusia.
Sejarah membuktikan tentang hal ini, bahwa manusia mustahil hidup tanpa nilai spiritual yang ia akui sebagai Yang Maha Agung, dan yang dapat memenuhi kebutuhan spiritual manusia itu hanya agama. Sistem ideologi apapun yang ditegakkan oleh manusia seraya menafikan kenyataan bahwa manusia tidak melulu materi pasti akan mengalami krisis bahkan kehancuran. Manusia mungkin dapat hidup dalam sistem yang baru, namun jiwanya tetap dikendalikan oleh fitrah-fitrah yang tidak dapat dijelaskan dan dipuaskan secara materialistik. Hanya agamalah yang dapat menjelaskan dan memuaskannya. Alih-alih berkehendak untuk tidak bertuhan dan tidak mengakui nilai-nilai metafisik, justru hal ini akan memunculkan satu sistem agama baru dimana sang penggagas menjadikan diri dan konsepnya sebagai tuhan. Tentu kita berpikir betapa primitif dan tidak jelasnnya ide ketuhan seperti ini. Tetapi seprimitif dan tidak jelas bagaimanapun ide tersebut, bahwa manusia tidak dapat menghindar dari ide tentang Tuhan.
Namun tidak semua agama relevan untuk ditawarkan pada masyarakat modern, hal ini disebabkan karena manusia modern yang sangat mengagungkan hasil pengembaraan intelektual tidak akan mudah menerima begitu saja suatu sistem kepercayaan.  Hanya agama yang tidak menafikan peran rasiolah yang akan bertahan disamping kemampuannya memenuhi kebutuhan spiritualitas yang tidak diberikan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi. Di samping itu watak masyarakat modern yang tanpa batas mengharuskan sebuah sistem ideologi – termasuk agama – yang dapat bertahan hanyalah yang dapat menghargai berbagai sistem ideologi lain yang berbeda. Inilah barangkali model keberagamaan masa akan datang yang menghadirkan sisi spiritualitas lebih dalam. Spiritualitas seperti inilah yang sejatinya memberikan bingkai secara idiologis kejatidirian manusia dari serangan kehampaan dan keterasingan yang ditawarkan oleh nilai modernitas. Tetapi manusia modern mesti hati-hati dan arif, karena tidak semua tawaran spiritualitas baru memuarakan pada puncak spiritualitas sebenarnya. Spiritualitas sekular misalnya, spiritualitas ini mengandung kesalahkaprahan karena menyandarkan rasa spiritual kepada sesuatu yang tidak pantas memberikan sandaran. Sesuatu yang Tak Terbatas, Tak Berhingga, Tak Terjangkau, Transenden, Wajah Suci dan lain sebagainya adalah beberapa simbol yang sebenarnya layak untuk itu.
Menghadirkan yang Transenden adalah kemestian di saat kenestapaan sedang kita alami. Persoalannya kemudian adalah apakah kita mau jujur  menghadirkan spirit yang Transenden tersebut, karena ia sungguh telah hadir dengan sendirinya disaat bersaman kita menjadi manusia.
DAFTAR PUSTAKA

Franz Magnis Suseno, 1995, Filsafat Sebagai Ilmu Kritis, Cet. IV, Yogyakarta : Kanisius.
FROMM, Erich,  1996, The Revolution of Hope, terj. Kamdani, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Hikmat Budiman, 1997, “Pembunuhan  yang selalu gagal”,  Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Komaruddin Hidayat & Wahyuni Nafis, 1995, “Agama Masa Depan, perspektif filsafat perennial”, Jakarta  : Paramadina.

Listiyono Santoso, dkk., 2003, Epistimologi Kiri, Yogyakarta : Ar-Ruzz.

NAISBITT, John, Patricia Aburdene, 1990, “Megatrends 2000 (Ten new directions for the 1990’s)”,  New York Avon book.

Nurcholish Madjid, 1995, Islam Doktrin dan Peradaban,  Jakarta : Paramdina.

RUSSELL, Bertrand, 2004, Sejarah Filsafat Barat; Kaitannya Dengan Kondisi Sosio-politik Zaman Kuno Hingga Sekarang, terj. Sigit Jatmiko dkk., Yogyakarta : Pustka Pelajar.

SMITH, Huston, 2001, Kebenaran yang Terlupakan Kiritik atas Sains dan Modernitas, terj. Inyiak Ridwan Muzir,  Yogyakarta : IRCiSoD.

TITUS, Harold H., etc., 1984, Persoalan-persoalan Filsafat, terj. Rasidi, Jakarta  : Bulan Bintang.

Wikipedia, 2012. Evolusi Manusia Modern. http://id.wikipedia.org.evolusi-manusia-modern, diakses pada tanggal 26 November 2012, pukul 20.00 WITA.

Yasraf Amir Pilliang, 2004, Dunia yang Dilipat: Tamasya Melampaui Batas-batas Kebudayaan, Yogyakarta : Jalasutra.

Zakiyah Darajad, 1976, Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia, Jakarta : Bulan Bintang.




2 komentar:

  1. Poker at PlayNJ Casino - BSEEon.net
    PlayNJ is an online 생방송바카라 casino for 검증 사이트 먹튀 랭크 NJ players that offers a variety of games including 가상 화폐 추천 Blackjack, Roulette, Craps, and more. Check out 파라오 바카라 our 켈로나 개조 FAQ and Login to claim

    BalasHapus
  2. Play at Vegas' Old Casinos - MapYRO
    Play at the Old Casinos. The oldest and most 양주 출장마사지 popular casinos in the world. 이천 출장안마 Discover the oldest casinos 평택 출장안마 in 진주 출장마사지 Las Vegas, along 전라북도 출장마사지 with the newest gaming

    BalasHapus